Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPOM Sebut 7 Penyakit Terkait BPA pada Galon Guna Ulang

BPOM Sebut 7 Penyakit Terkait BPA pada Galon Guna Ulang Kredit Foto: Ilustrasi Galon BPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati mengeluarkan peringatan serius mengenai risiko kontaminasi Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.

Ia menyebut ada tujuh penyakit yang berkorelasi dengan risiko kontaminasi senyawa kimia Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang.

"Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat paparan BPA melalui mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon estrogen," katanya (2/8/2024).

Lebih lanjut, ia merinci 7 penyakit tersebut meliputi gangguan sistem reproduksi, diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, gangguan perkembangan kesehatan mental, serta Autism Spectrum Disorder (ASD) pada anak.

Dalam wawancara yang sama, Ema menyatakan pemerintah mengantisipasi dampak kesehatan tersebut dengan mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA.

"Berdasarkan risiko kesehatan, jumlah konsumsi, dan data produk beredar, BPOM memandang perlu untuk segera melakukan pengaturan label Air Minum Dalam Kemasan," katanya.

Pada 5 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal baru pada peraturan tentang Label Pangan Olahan, yakni kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat (Pasal 61A). 

Nantinya, saat masa tenggang (grace periode) penerapan aturan tersebut berakhir pada 2028, produsen yang menggunakan kemasan polikarbonat wajib menerakan label peringatan "Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan".

Masih dalam wawancara yang sama, Ema menyatakan mayoritas kemasan galon bermerek yang beredar di tengah masyarakat berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA sebagai bahan baku.

Galon dengan kemasan plastik polikarbonat tersebut juga umumnya didistribusikan dengan sistem ‘guna ulang’, dimana produsen rutin menarik kembali galon kosong untuk dibersihkan di pabrik sebelum diisi dan dipasarkan kembali.

Kontaminasi BPA pada galon guna ulang, lanjutnya, berpotensi terjadi bila proses pencucian dan distribusi galon "tidak tepat", semisal saat produsen menyemprot galon bekas dengan suhu tinggi, menggunakan deterjen atau menggosok bagian dalam galon hingga tergores serta membiarkan galon terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama saat pengantaran ke konsumen.

"Penggunaan berulang dari kemasan galon tersebut dapat berpotensi terjadinya migrasi/pelepasan BPA," katanya.

Hal senada diungkap sebelumnya oleh peneliti polimer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Akbar Hanif Dawam Abdullah.

Menurut Akbar, meskipun penggunaan BPA pada galon polikarbonat menjadikan galon kuat dan tahan panas, tetap ada potensi migrasi BPA dari kemasan ke air minum. "Selama bahan kemasan dibuat dari polimer polikarbonat, potensi migrasi BPA dipastikan tetap ada. BPA bisa masuk ke dalam tubuh dan mengganggu fungsi kerja hormon," katanya. 

Karena itulah, Ema mendesak industri melakukan "monitoring mandiri secara berkala" terhadap persyaratan keamanan dan kemasan pangan dan menerapkan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) secara konsisten.

Dalam peraturan Label Pangan Olahan, BPOM mewajibkan produsen galon bermerek mematuhi ambang batas aman migrasi BPA dari kemasan polikarbonat sebesar 0,6 mg/kg.

Riset komprehensif BPOM kurun 2021-2022 mendapati peluruhan BPA pada galon air minum dengan kemasan plastik polikarbonat "menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan", dengan lima provinsi tercatat memiliki angka migrasi BPA melampaui ambang batas aman.

Sebelumnya, pakar epidemologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyatakan BPA sejak lama telah diklasifikasikan sebagai bahan kimia pengganggu endokrin, sistem kekebalan dalam tubuh.

Menurutnya, BPA bisa memunculkan efek kesehatan pada semua lapisan kalangan umur, termasuk atas janin pada periode prenatal.

"Industri yang menggunakan wadah produk makanan dan minuman dari plastik yang mengandung BPA diminta untuk beralih ke wadah yang lebih aman dan bebas BPA," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: