Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Air Galon Sebabkan Masyarakat Miskin

Air Galon Sebabkan Masyarakat Miskin Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya kenaikan angka masyarakat rentan miskin menjadi 67,69 juta orang. Sementara tahun 2019 hanya berkisar 54,97 juta orang. Hal itu juga selaras dengan bertambahnya kelompok masyarakat kelas menengah rentan dari yang semula 128,85 juta orang menjadi 137,50 juta orang.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa peningkatan jumlah kedua kelompok itu bersumber dari golongan kelas menengah yang turun kelas.

Dalam keterangannya di kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Ekonom Bambang Brodjonegoro menyebut ada sejumlah ada faktor yang menjadi penyebab kondisi itu terjadi.

Selain pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), ada pula kebiasaan mengonsumsi air minum dalam kemasan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sehari-hari.

Baca Juga: Banyak Kelas Menengah Turun Kasta, Begini yang Bakal Dilakukan LPS

Kebiasaan mengonsumsi air dalam kemasan ini tidak terjadi di semua negara. Misalnya, di negara maju warga kelas menengahnya terbiasa mengonsumsi air minum yang disediakan oleh pemerintah di tempat-tempat umum.

Maka dari itu, warga di luar negeri banyak yang tidak mengeluarkan di luar negeri banyak yang tidak mengeluarkan uang untuk membeli air kemasan sehingga daya beli kelas menengah terbilang hemat.

"Selama ini secara tidak sadar kebiasaan tersebut sudah menggerus income kita secara lumayan,” kata Bambang.

Harga rata-rata air minum isi ulang dalam kemasan sekitar Rp20.000 per galonnya. Dengan asumsi dalam satu pekan membeli air minum sebanyak 3 kali, maka dalam sebulan seseorang harus merogoh kocek hingga Rp240.000. Alhasil, angka itu bisa jauh lebih membengkak apabila jumlah anggota keluarganya banyak.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, hal itu bisa disebabkan lantaran faktor kepraktisan yang menjadi salah satu pemicu air minum dalam kemasan botol maupun gallon banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Bahkan, ujarnya, tidak hanya kelas menengah saja yang turun kasta menjadi kelas bawah, melainkan kelas bawah sendiri yang kian tertekan lantaran mengonsumsi air minum isi ulang.

Apabila kelas menengah menggunakan air dalam kemasan galon dari sejumlah jenama yang dijual di pasaran, kelas bawah menurut Esther kerap memakai air minum dengan formulasi penyulingan di depot isi ulang yang harganya terbilang terjangkau dengan kisaran Rp4.000 per isi ulang dengan ukuran kemasan gallon isi air 19 liter.

“Jadi galon itu kan praktis buat masyarakat, tapi enggak hanya dari kelas menengah saja yang mengonsumsinya, namun sudah ke kelas bawah juga,” ujarnya, Sabtu (7/9/2024).

Baca Juga: Di Era Prabowo, Dua Sektor Ini Bisa Selamatkan Kelas Menengah yang Jatuh Miskin

Kendati demikian, kebiasaan ‘sederhana’ tersebut tidak bisa dikatakan sebagai gaya hidup yang memicu kemiskinan. Ada banyak faktor lain yang menurut Esther berpengaruh, seperti makin banyaknya cicilan utang yang menggerogoti anggaran rumah tangga.

“Nah itu membuat mereka tidak punya tabungan. Data menunjukkan selama 10 tahun terakhir ada penurunan jumlah deposan dengan saldo kurang dari Rp100 juta, yang semula 3,8 juta orang pada 2014, sekarang hanya 1,8 juta,” ucapnya.

Dirinya mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah kenaikan harga pangan yang tidak sebanding dengan kenaikan upah. Sektor lain seperti penjualan mobil dan motor juga turut menurun. Hal ini juga belum termasuk kesempatan kerja yang kian sempit.

Ia berkaca pada tahun 2014, masih terbuka peluang 15 juta penyerapan tenaga kerja. Sementara kini hanya 2 juta saja.

“Artinya banyak orang yang kerja di sektor informal, data-data itu kuat,” ujarnya.

Penyebab kemiskinan juga disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya penurunan upah full, sulitnya mencari pekerjaan full time, tergerusnya upah akibat inflasi, tingginya harga pangan akibat kurang andalnya pemerintah mengendalikan harga, berkurangnya subsidi pendidikan hingga biaya biaya pendidikan yang ditanggung masyarakat jadi semakin banyak.

Ditambah lagi, menurunnya kualitas lingkungan yang menyebabkan biaya hidup semakin mahal membuat kelas menengah rentan tercekik hingga ke jurang kemiskinan.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Belinda Safitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: