Di Era Prabowo, Dua Sektor Ini Bisa Selamatkan Kelas Menengah yang Jatuh Miskin

Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam proses transformasi ekonominya. Banyak pihak yang berpendapat bahwa perubahan ekonomi Indonesia berjalan terlalu cepat.
Menurut beberapa sumber, Indonesia melompat dari sektor pertanian langsung ke industrialisasi, tanpa melalui tahapan pengembangan sektor-sektor lain seperti yang dilakukan oleh negara-negara maju lainnya.
Hal ini mengakibatkan masyarakat lebih cenderung terlibat dalam perdagangan barang-barang impor dan kurang berfokus pada pengembangan produk lokal.
Anny Ratnawati, ekonom senior yang pernah menjadi Wakil Menteri Keuangan 2010-2014, mengemukakan pandangannya mengenai hal ini. Ia menyebutkan bahwa negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura mengalami proses transformasi yang lebih berkelanjutan.
Kedua negara tersebut berkembang dari sektor pertanian ke manufaktur, dan kemudian ke sektor jasa. Sebagai contoh, pada tahun 1996, sektor manufaktur Korea Selatan menyumbang sekitar 24,7% terhadap PDB negara tersebut, sementara Singapura pada tahun 1991 mencapai 26,6%.
Indonesia, pada tahun 2002, memiliki kontribusi sektor manufaktur sebesar 32% terhadap PDB, namun mengalami penurunan drastis menjadi hanya 18,3% pada tahun 2022, dengan peralihan langsung ke sektor jasa, terutama yang terkait dengan keuangan dan teknologi.
Anny menekankan bahwa sektor jasa yang berkembang saat ini membutuhkan keterampilan dan pendidikan yang tinggi, yang tidak dimiliki oleh sebagian besar tenaga kerja Indonesia.
Hal ini menyebabkan terbatasnya lapangan kerja baru, bahkan beberapa sektor seperti industri tekstil dan alas kaki mengalami kesulitan dalam bersaing secara global.
Dalam menghadapi masa depan, khususnya dengan perkembangan digitalisasi teknologi, Anny mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pengembangan sektor pariwisata.
Baca Juga: Airlangga Tekankan Gerak Ekonomi Tak Lagi Terpaku Nasib Kelas Menengah
Ia mencatat bahwa negara-negara seperti Korea Selatan, Thailand, dan Jepang berhasil mengembangkan sektor pariwisata yang terintegrasi dengan sektor pertanian. Misalnya, Korea Selatan mengembangkan industri ginseng yang tidak hanya menjual produk herbal, tetapi juga membangun industri terkait seperti obat-obatan, kosmetik, dan pariwisata.
Menurut Anny, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan pariwisata yang terintegrasi dengan sektor pertanian. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan pendapatan petani dengan harga yang lebih stabil, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Selain itu, pengembangan sektor pariwisata tidak memerlukan keterampilan yang sangat khusus seperti di sektor keuangan atau teknologi, sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.
Namun, untuk mewujudkan potensi ini, Anny menggarisbawahi perlunya disiplin dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam mengelola pariwisata. Indonesia perlu belajar dari negara lain, seperti Thailand yang berhasil mengintegrasikan pariwisata dengan produk lokal seperti batu mulia dan madu, atau Jepang dengan konsep "one village one product" yang mendorong pengembangan produk lokal untuk pasar internasional.
Pada akhirnya, Anny berharap bahwa dengan strategi yang tepat dan disiplin dalam implementasinya, sektor pariwisata dan pertanian Indonesia dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja, mengurangi pengangguran, dan membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement