PP 28/2028 Terbit, Industri Tembakau Pikul Beban Berlipat Ganda Jika Cukai Naik
Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang digadang-gadang oleh pemerintah setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dinilai akan semakin memberatkan ekosistem industri tembakau, termasuk para pekerja di dalamnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, mengatakan kenaikan CHT yang tinggi selama ini telah menjadi beban berat bagi kelangsungan industri, sehingga jika kembali terjadi kenaikan cukai yang tinggi di tahun depan, maka industri tembakau akan dihantam beban ganda.
“Saat ini, industri tembakau legal nasional memiliki aturan yang padat (fully regulated), mulai dari Undang-Undang sampai Peraturan Daerah, belum lagi kebijakan cukai yang restriktif, ditambah terbitnya PP 28/2024 yang semakin memberatkan kelangsungan usaha industri pertembakauan nasional,” seru Sulami kepada wartawan.
Sulami melanjutkan dengan banyaknya tekanan regulasi tersebut, maka industri tembakau berpotensi melakukan gulung tikar karena mengalami penurunan jumlah produksi. “Kalau industri tembakau mengalami penurunan produksi, otomatis dampaknya kepada tenaga kerja,” ujarnya.
Oleh karena itu, Sulami berharap agar kenaikan cukai didasarkan pada tingkat inflasi yang berada di bawah 10%. “Kalau inflasi, otomatis kenaikan cukainya hanya satu digit. Ini sudah maksimal, mengingat industri tembakau sedang tidak baik-baik saja. Sudah banyak beban yang dihadapi oleh industri tembakau,” terangnya.
Di kesempatan terpisah, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi, menyatakan setidaknya ada empat dampak negatif yang akan ditimbulkan dari rencana kenaikan cukai di tengah terbitnya PP 28/2024.
Baca Juga: Pemkab Sleman Dukung Tak Ada Kenaikan Cukai yang Tinggi untuk Lindungi Industri Tembakau
Pertama, kenaikan cukai yang tinggi akan membuat harga rokok semakin mahal yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. Kedua, memberikan dampak pada penurunan omzet pedagang yang mengandalkan rokok sebagai pemasukan utama, termasuk dari berbagai larangan penjualan produk tembakau pada PP 28/2024. Jika hal itu terjadi, maka, ketiga, akan ada penurunan jumlah produksi dan mengancam tenaga kerja. Keempat, tingkat peredaran rokok ilegal akan semakin tinggi.
“Industri tembakau ini kan ekosistem. Jadi, kalau satu kena, maka yang lain juga kena. Saat industri terdampak (dari berbagai aturan), maka kita jadi tidak bisa lempar (memproduksi) barang, sehingga yang bisa leluasa beredar adalah rokok ilegal,” jelas Benny.
Benny juga mengakui bahwa terbitnya PP 28/2024 dan adanya kenaikan cukai rokok yang tinggi akan membebani pelaku industri. Ia berharap pemerintah untuk mengkaji ulang beleid yang baru saja disahkan tersebut.
Terkait rencana kenaikan cukai rokok, Benny meminta pemerintah untuk turut memperhatikan nasib ekosistem industri tembakau.
“Kami sudah sampaikan dampaknya kalau ada kenaikan. Kenaikan cukai dengan kondisi sekarang paling tinggi ya sebesar pertumbuhan ekonomi. Idealnya di bawah 10%, sekitar pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement