Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

JLL: Pasar Properti dengan Tingkat Transparansi Tinggi Maju Pesat, Melampaui Pasar Lainnya

JLL: Pasar Properti dengan Tingkat Transparansi Tinggi Maju Pesat, Melampaui Pasar Lainnya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Transparansi properti (real estate) lebih penting dari sebelumnya di masa ketidakpastian, dan negara yang mendekati kategori “the most transparent” semakin maju berdasarkan peningkatan investasi teknologi dan AI, ketersediaan data, dan komitmen berkelanjutan yang jelas. Hal ini diungka dalam  Indeks Transparansi Real Estate Global (GRETI) milik JLL dan LaSalle (NYSE: JLL) yang diterbitkan setiap dua tahun, dan merupakan benchmark transparansi pasar untuk membantu menginformasikan bagaimana properti diinvestasikan, dikembangkan, dan ditempati di berbagai wilayah di seluruh dunia.

Meskipun transparansi telah meningkat di sebagian besar negara dan wilayah sejak laporan JLL tahun 2022, indeks tersebut menyatakan bahwa Eropa tetap menjadi kawasan yang paling transparan, dan pasar properti komersial yang sangat transparan telah mengalami kemajuan terkuat. Diantara negara-negara dengan peringkat teratas secara global yaitu Amerika Serikat (AS), Kanada, Prancis, dan Australia, sementara Singapura telah memasuki kelompok 'Highly Transparent’ untuk pertama kalinya, didorong oleh fokus terhadap keberlanjutan (sustainability) dan layanan digital. Kelompok negara teratas telah menarik lebih dari US$ 1,2 triliun dalam investasi properti komersial langsung selama dua tahun terakhir, mewakili lebih dari 80% total global, menempatkan negara-negara tersebut sebagai pemimpin pemulihan siklus likuiditas seiring dengan meningkatnya aktivitas pasar modal.

Sejalan dengan Singapura, negara-negara di Asia telah mencatat peningkatan rata-rata transparansi sejak tahun 2022. Secara global, India adalah negara dengan peningkatan transparansi tertinggi, dengan cakupan dan kualitas data yang lebih baik di seluruh sektor properti mulai dari industri hingga pusat data. Jepang, Australia, kota-kota di China, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi juga mengalami kemajuan pada tahun 2024. Sebaliknya, kawasan Afrika Sub-Sahara mengalami kemajuan paling sedikit dalam transparansi, meskipun beberapa tanda peningkatan muncul di Kenya, Nigeria, dan Ghana.

Tahun ini Indonesia dalam kategori semi-transparan menempati peringkat ke-40 dengan indeks transparasi sebesar 2,81. Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia masih unggul diatas Filipina dan Vietnam, namun berada dibawah Thailand dan Malaysia yang masuk dalam kategori Transparan. Di tengah situasi ekonomi yang masih belum menentu, sektor properti Indonesia masih dapat tumbuh pada 2023 dan diproyeksikan akan terus tumbuh pada 2024 seiring dengan prospek perekonomian Indonesia. Nilai investasi di sektor properti pada paruh pertama 2024 mencapai Rp29,4 triliun, tumbuh 6% dari periode yang sama tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan investor terhadap sektor properti di Indonesia masih tinggi.

"Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil dan tingkat kepercayaan investor yang tinggi, sektor properti di Indonesia mencerminkan harapan akan tingkat transparansi yang lebih baik di masa mendatang," kata Farazia Basarah, Country Head, JLL Indonesia. "Bonus demografi, yang didukung oleh perluasan cakupan infrastruktur, adopsi teknologi canggih, dan keberlanjutan, akan menutup kesenjangan transparansi di negara ini."

“Fokus pada transparansi bagi investor tidak pernah sebesar ini di pasar properti global karena tantangan eksternal seperti ketegangan geopolitik dan siklus pemilu semakin menarik perhatian dalam waktu dekat,” kata Richard Bloxam, CEO, Capital Markets, JLL. “Di masa mendatang, faktor pendorong tambahan seperti kecerdasan buatan dan standar kewajiban dan pelaporan keberlanjutan yang jelas akan terus mendorong investor untuk mencari transparansi yang lebih besar.”

“Pasar yang sangat transparan dalam Indeks tahun ini mewakili lebih dari separuh pendapatan properti di seluruh dunia. Negara-negara dengan harga dan fundamental yang transparan, terutama di berbagai sektor dan subsektor, akan memimpin pemulihan likuiditas properti,” kata Brian Klinksiek, Global Head of Research and Strategy untuk LaSalle Investment Management. “Diversifikasi akan menjadi penting karena dunia investasi terus berkembang dalam hal keluasan dan kompleksitas.”

AI dan keberlanjutan mendorong peluang dan tantangan transparansi baru

Perkembangan AI berlangsung cepat, membawa perubahan signifikan terhadap industri properti dengan pengaruh tools seperti platform AI, JLL GPT. Diperkirakan lebih dari 500 perusahaan saat ini menyediakan layanan AI khusus properti, dengan investasi yang berkembang secara signifikan, temuan awal menunjukkan bahwa AI meningkatkan transparansi di seluruh industri dengan kemampuannya dalam meninjau dan meringkas sejumlah besar data dan analitik, mengotomatiskan manajemen gedung, dan mendukung desain perkotaan serta arsitektur. Namun, para ahli dan pembuat kebijakan telah menimbang resiko penggunaan AI dan memperkenalkan kebijakan, seperti Perintah Eksekutif AS tentang AI dan Undang-Undang AI Uni Eropa yang baru-baru ini disetujui untuk memastikan penerapan teknologi yang bertanggung jawab guna menjaga transparansi.

Secara paralel, peran keberlanjutan menunjukan peningkatan terbesar dalam Indeks 2024, karena negara-negara berlomba untuk mengurangi separuh emisi karbon pada tahun 2030 berdasarkan Paris Agreement, dan pengenalan jalur dekarbonisasi wajib menetapkan standar kinerja bangunan baru, persyaratan pelaporan keberlanjutan, dan komitmen perusahaan. Prancis, Jepang, dan AS - dengan 40 kota di AS berkomitmen untuk meloloskan Building Performance Standard yang mensyaratkan penggunaan energi bangunan atau pengurangan emisi pada tahun 2026 - muncul sebagai pemimpin dalam keberlanjutan untuk menerapkan persyaratan kinerja energi untuk bangunan lama dan baru, pelaporan penggunaan energi, dan perlindungan serta pemulihan keanekaragaman hayati. Pasar-pasar ini dengan jalur jangka panjang yang paling jelas menuju properti yang lebih berkelanjutan akan menawarkan lingkungan yang paling transparan dan dapat diprediksi, yang memungkinkan penghuni untuk membuat keputusan dengan percaya diri, pemerintah untuk memenuhi target dekarbonisasi, dan investor untuk membuat portofolio mereka siap menghadapi masa depan.

Namun, meski telah terjadi kemajuan signifikan, metrik keberlanjutan masih menjadi salah satu yang paling tidak transparan secara global. Di luar pasar yang paling transparan, standar kinerja bangunan wajib, pengungkapan publik penggunaan energi bangunan, pelaporan risiko iklim, dan perencanaan ketahanan masih terbatas. Tingkat perbaikan dekarbonisasi bangunan perlu ditingkatkan tiga kali lipat agar selaras dengan jalur zero carbon, sementara permintaan untuk bangunan hijau secara signifikan melampaui permintaan – hanya 30% dari permintaan untuk ruang kantor rendah karbon di pasar global utama yang kemungkinan akan terpenuhi pada tahun 2030. Ke depannya, transparansi keberlanjutan diharapkan tumbuh selama dua tahun ke depan di seluruh ekonomi terbesar dunia termasuk AS, UE, Inggris, China, Jepang, Korea Selatan, Kanada, dan Australia seiring diberlakukannya persyaratan baru.

Dengan tren yang muncul ini, seperti integrasi teknologi dan keberlanjutan, muncul diversifikasi, karena investor berupaya mengidentifikasi aset yang akan paling diuntungkan dari tema jangka panjang ini. Hal ini mengakibatkan perluasan dunia investasi, dan realokasi modal yang signifikan; pangsa investasi global ke sektor industri dan kehidupan telah meningkat dari 29% sepuluh tahun lalu, hingga mencapai 50% dari investasi langsung global selama setahun terakhir, sementara investor institusional semakin aktif dalam jenis aset yang sedang berkembang seperti pusat data atau ruang laboratorium.

Pasar utang, pencucian uang, dan kepemilikan manfaat (beneficial ownership) merupakan beberapa tema transparansi utama yang perlu diperhatikan

Sekitar US$3,1 triliun aset properti global memiliki utang yang jatuh tempo antara tahun 2024 dan 2025, dan US$2,1 triliun utang akan memerlukan pembiayaan kembali. Sekitar 30% telah diselesaikan selama paruh pertama tahun 2024. Namun, otoritas moneter telah menyuarakan kekhawatiran tentang potensi risiko dari kurangnya transparansi karena pemberi pinjaman nonbank memperluas dan melengkapi sumber kredit tradisional. Sementara pinjaman properti komersial secara historis didominasi oleh bank-bank yang diatur, lanskap pemberi pinjaman telah meluas dengan munculnya sumber kredit baru seperti dana utang, pensiun, dan perusahaan asuransi. Diversifikasi ini telah menciptakan pasar yang lebih seimbang, tetapi juga pasar dengan visibilitas yang lebih rendah terhadap kondisi pembiayaan di banyak negara, sehingga menimbulkan kekhawatiran transparansi baru.

Selain pasar utang, regulasi peraturan pencucian uang dan beneficial ownership¬ telah muncul sebagai area transparansi yang perlu diperhatikan. Panduan baru dari Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF), yang mengharuskan negara-negara untuk memastikan mereka dapat melacak kepemilikan perusahaan yang sebenarnya, digabungkan dengan rezim sanksi keuangan yang semakin luas, telah mempertahankan momentum untuk meningkatkan peraturan anti-money laundering (AML) dan beneficial ownership (BO). Meskipun ada tindakan global, efektivitas peraturan ini masih dalam pengawasan karena implementasi dan definisinya sering kali tidak konsisten dan mudah dipangkas. Negara-negara seperti India, Indonesia, Uni Emirat Arab, dan AS telah memperkenalkan perubahan pada peraturan AML dan BO untuk membantu mendorong transparansi, dan peraturan tambahan sedang berlangsung di AS, Singapura, Swiss, Kanada, Australia, dan UE.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Advertisement

Bagikan Artikel: