Berdasarkan laporan terbaru JLL berjudul Regenarative Workplaces, para pekerja kini mengharapkan lingkungan kerja yang lebih memperhatikan aspek kesehatan mental, sosial, fisik, serta kebijakan perusahaan yang fleksibel dan pola pikir manajerial yang inklusif.
Hasil tersebut diperoleh dari survei terhadap 1.500 pekerja kantor di seluruh Asia Pasifik. Anthony Couse, CEO JLL Asia Pacific, menerangkan bahwa mendorong karyawan untuk kembali ke kantor tidak hanya menyangkut fleksibilitas, tetapi juga cara kerja yang inklusif dan fasilitas kesejahteraan yang dapat menciptakan keseimbangan antara dunia kerja dan kehidupan pribadi.
Baca Juga: Perluas Pasar Asia, C.H. Robinson Buka Tiga Kantor Baru di Indonesia
"Perusahaan memiliki tanggung jawab baru untuk secara aktif mendukung kesejahteraan para pekerja. Dengan demikian, perusahaan akan menciptakan tempat kerja di mana para karyawan dapat berkembang dan mencapai kinerja berkelanjutan dalam jangka panjang," kata Anthony Couse dalam keterangan tertulis, Rabu (8/12/2021).
Melihat perubahan harapan akan aspek kesejahteraan ini, JLL menjalin kemitraan dengan antropolog terapan, Chris Diming, untuk mengembangkan sebuah kerangka kerja dalam memandu perusahaan menciptakan tempat kerja yang regeneratif.
Kemitraan ini mencakup tiga pilar utama, yaitu kesehatan mental, kesehatan sosial, dan kesehatan fisik. Selain itu, juga sembilan karakteristik yang perlu dimiliki oleh perusahaan untuk membangun tempat kerja yang merekonsiliasi baik kesejahteraan karyawan maupun kinerja mereka.
Survei JLL antara lain menunjukkan bahwa layanan makanan sehat, ruang relaksasi, dan pusat kebugaran merupakan hal-hal yang menjadi perhatian utama para karyawan di tempat kerja mereka. Namun, hanya satu dari empat karyawan memiliki akses ke fasilitas tersebut.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hampir sepertiga dari karyawan kurang memiliki akses ke fasilitas kesehatan dan kesejahteraan di tempat kerja mereka. Ini menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk mendorong kebiasaan kerja yang sehat, seperti mengadakan acara kesejahteraan, klinik di kantor, atau kelas kebugaran. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya untuk menanamkan aspek kesehatan dan kesejahteraan dalam budaya organisasi dan rutinitas harian karyawan.
"Ketersediaan akses ke fasilitas kesehatan dan kesejahteraan tidak akan ada artinya jika para karyawan tidak memiliki waktu atau energi untuk menggunakannya. Banyak karyawan merasa tidak memiliki waktu dan tenaga untuk menjalani rutinitas yang sehat sehingga dibutuhkan perubahan pola pikir manajerial untuk memastikan beban kerja dapat terkelola dengan baik," tambah Couse.
James Taylor, Head of Work Dynamics Research, JLL Asia Pacific menyimpulkan, "Penelitian kami memberi masukan yang berdasarkan data untuk membantu perusahaan menciptakan kinerja karyawan yang lebih berkelanjutan. Perusahaan perlu berpikir tentang bagaimana mengembangkan budaya holistik jangka panjang di tempat kerja."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: