Industri Perbankan Semringah, Penurunan BI Rate Bisa Pangkas Biaya Dana dan Pertumbuhan Kredit
Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25bps menjadi 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia menyampaikan pertimbangannya dalam memangkas BI-rate. Menurutnya, kejelasan arah penurunan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) alias Fed funds rate (FFR) mulai terlihat.
Hal ini sejalan dengan inflasi Amerika Serikat (AS) yang mulai mendekati sasaran inflasi jangka menengah sebesar 2 persen di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengangguran. Hasil rapat dewan gubernur memperkirakan bahwa FFR akan turun tiga kali tahun ini dan tahun depan adalah empat kali.
Baca Juga: Ada Insentif KLM, BI Catat Kredit Perbankan Tumbuh 11,40 Persen di Agustus 2024
Merespon hal ini, Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menyampaikan, langkah bank sentral dalam menurunkan BI-rate dari 6,25 persen menjadi 6,00 persen merupakan kebijakan pre-emptive dan ahead the curve.
Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan pasar keuangan nasional, menurutnya, kebijakan ini menjadi upaya BI untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi global, khususnya FFR serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Adapun, penurunan suku bunga ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengurangan biaya dana (cost of fund) di sektor perbankan, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi efisiensi operasional serta pertumbuhan kredit,” terang Ali.
Selain itu, Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menuturkan, keputusan BI memangkas suku bunga acuannya sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Sehingga memungkinkan para pembuat kebijakan mengambil keputusan yang lebih akomodatif.
Baca Juga: Bos BI Beberkan Alasan Pangkas BI Rate 25 bps, Salah Satunya Karena...
“Kehati-hatian dalam mengelola fiskal, inflasi turun, rupiah apresiasi, dimulainya kembali arus masuk USD dan kebijakan The Fed yang mulai longgar. Hal ini sudah menguat pandangan kami bahwa poros dovish akan segera terjadi,” jelasnya.
Cadangan devisa juga meningkat sebesar USD 4,8 miliar ke rekor tertinggi USD 150,2 miliar. Seiring masuknya portofolio asing ke dalam pasar domestik termasuk SRBI. Dengan demikian, dapat mendukung BI untuk mempertahankan nilai tukar rupiah di tengah-tengah peristiwa risk-off yang tidak terduga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Fajar Sulaiman
Advertisement