Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tantangan Dekarbonisasi: Dilema Mengurangi Emisi atau Mempertahankan Pertumbuhan Ekonomi

Tantangan Dekarbonisasi: Dilema Mengurangi Emisi atau Mempertahankan Pertumbuhan Ekonomi Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Laporan PwC baru-baru ini menunjukkan bagaimana upaya dunia dalam melakukan dekarbonisasi untuk mengatasi perubahan iklim menghadapi jalan terjal. Laporan tersebut menunjukkan bahwa penurunan intensitas karbon global hanya mencapai 1,02% pada tahun 2023—angka terendah sejak 2011. Hal ini tidak terlepas dari kesulitannya negara berkembang untuk menekan emisi akibat pertumbuhan ekonomi.

Partner & Sustainability Leader PwC Indonesia, Yuliana Sudjonno menegaskan pentingnya komitmen serius dalam menekan emisi karbon dari negara-negara dunia, khususnya negara-negara maju dalam memberikan bantuan kepada negara berkembang dalam upaya mereka menekan emisi, termasuk melakukan transisi energi.

Baca Juga: Sinar Mas: Kolaborasi Lintas Sektor Kunci Dekarbonisasi di Industri Kelapa Sawit

Indonesia misalnya terus menunjukkan komitmen serius dalam menekan emisi. Pemerintah telah menjalin kerja sama strategis dengan berbagai pihak dalam upayanya melakukan transisi energi, misalnya dengan kehadiran dari Just Energy Transition Partnership (JETP). Namun, Yuliana mencatat bahwa inisiatif ini masih menemui banyak kendala, terutama terkait komitmen finansial yang belum memadai.

"Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam beralih dari bahan bakar fosil, meskipun ada upaya yang sedang berlangsung untuk meningkatkan energi terbarukan," ujarnya, dilansir Minggu (20/10).

Hal ini tidak terlepas dari sulitnya memisahkan pertumbuhan ekonomi dari peningkatan emisi, inilah masalah yang perlu mendapatkan sorotan dari semua pihak.

Indonesia, sebagai negara yang berkembang pesat menghadapi dilema besar terkait karena di satu sisi memiliki kebutuhan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, sementara di sisi lain, pihaknya tengah fokus industrialisasi dan peningkatan ekonomi yang mana masih sangat bergantung pada komoditas seperti batubara dan nikel.

Baca Juga: Ekonomi RI Tumbuh Diatas 5% di Triwulan III 2024, Ini Dia Penopangnya

Adapun perbedaan tingkat dekarbonisasi antara negara maju dan berkembang juga kembali menegaskan bagaimana perlunya dukungan finansial yang lebih besar untuk memastikan transisi yang adil.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Aldi Ginastiar
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: