Jumlah Kelas Menengah Terus Tergerus, Evaluasi Kebijakan Ekonomi Dinilai Mendesak
Kelas menengah Indonesia tengah kedodoran menahan aneka beban hidup yang makin meningkat. Agar kelompok penyumbang ekonomi paling dominan ini tidak makin tersudut, pemerintah dipandang perlu merilis kebijakan yang progresif dan fokus untuk mendorong daya beli.
“Peranan mereka (kelas menengah) sangat diperlukan untuk Indonesia keluar dari jebakan middle income trap. Untuk itu, perlu sesekali dicek mana kebijakan yang tidak disukai golongan kelas menengah, inilah tugas pemerintahan baru,” kata Ekonom Dorodjatun Kuntjorojakti.
Baca Juga: Prabowo Mesti Bersiap, Penurunan Kelas Menengah Ancam Perekonomian Indonesia
Sementara itu, Managing Partner Inventure Yuswohady turut mengungkapkan bahwa jumlah kelas menengah terus menyusut signifikan. Padahal kelas menengah yang kuat sangat penting untuk mendorong Indonesia mencapai status negara berpendapatan tinggi. Situasi ini menempatkan masa depan ekonomi Indonesia dalam kondisi rentan.
Yuswohady menyatakan, berdasarkan riset Indonesia Industry Outlook (IIO) 2025 yang diselenggarakan Inventure terungkap sebanyak 51% kelas menengah merasa tidak mengalami penurunan daya beli, sementara sebesar 49% merasa bahwa daya beli mereka menurun signifikan.
“Ada fakta penurunan daya beli kelas menengah, yakni sebesar 49%. Ini nyaris setengahnya. Tetapi, siapa saja mereka? Mereka adalah aspiring middle class,” kata Yuswohady.
Lebih jauh, riset dengan melibatkan 450 total responden itu mengungkap lebih dalam tentang kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli ini. Dari angka 49% tadi, ternyata terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok aspiring middle class dan middle class.
Baca Juga: Ini Solusi Keuangan untuk Kelas Menengah di Tengah Penurunan Ekonomi
Sebanyak 67% responden dari kelompok aspiring middle class melaporkan bahwa daya beli mereka menurun, sedangkan untuk middle class hanya 47%. Artinya, aspiring kelas menengah bawah adalah kelompok yang paling rentan terhadap penurunan daya beli dibanding kelas middle class. Ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi saat ini lebih dirasakan oleh kelompok aspiring middle class dibandingkan dengan kelas middle class.
"Mereka merasa, tiga faktor utama yang membuat daya beli mereka turun adalah kenaikan harga kebutuhan pokok (85%), mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan (52%), serta pendapatan yang stagnan (45%),” tandas Yuswohady.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement