Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran penting sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut data terbaru Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia pada 2024 mencapai lebih dari 66 juta unit dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61% atau senilai Rp9.580 triliun.
Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti memaparkan, sekitar 99% dari total UMKM itu merupakan kategori usaha mikro dan 64% pelaku usaha merupakan kalangan perempuan. "Kalau kita bisa memberdayakan UMKM, maka tidak hanya pemberdayaan ekonomi saja, tetapi juga memberdayakan perempuan," kata Dyah dalam sambutannya di acara Women-led SME Forum on Trade: Go Big, Go Global di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Dia menambahkan, dominasi usaha mikro di Indonesia perlu didorong untuk naik kelas sehingga UMKM bisa semakin berkembang. Hadirnya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) dengan kerja sama ekonomi melalui KATALIS, diharapkan menjadi jembatan untuk membantu produk UMKM Indonesia bisa masuk pasar internasional atau go global, salah satunya adalah Australia.
Jalinan kerja sama yang semakin diperkokoh dengan kesepakatan perdagangan Indonesia-Australia ini akan memberikan keuntungan bagi pelaku UKM perempuan. Ini memungkinkanadanya peningkatan keterlibatan perempuan dalam perdagangan dan investasi melalui reformasi kebijakan yang dipandu oleh perjanjian bagi Indonesia.
Kendati begitu, tidak berarti semua produk UMKM bisa langsung mudah diekspor. Harus mengutamakan kualitas sesuai dengan regulasi yang berlaku di negara tujuan. Karena itu, Dyah menilai perlunya pembinaan, pendampingan dan peningkatan kualitas serta kapasitas kinerja dari UMKM Indonesia bisa naik kelas sehingga produknya bisa diterima dan diminati pembeli dari luar negeri.
"Networking adalah kunci keberhasilan. Kolaborasi lintas sektor, bukan hanya perempuan tetapi pengusaha yang ingin berkontribusi terhadap kemajuan dan pembangunan Indonesia. Kerjasama menjadi sangat penting untuk ke depannya. Selain itu, inovasi dibutuhkan agar UMKM tetap kompetitif di pasar global," terang Dyah.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Iskandar Panjaitan, menilai kolaborasi dengan KATALIS dan Asian Development Bank memberikan panduan praktis dan relevan untuk memberdayakan UKM yang dipimpin oleh perempuan agar dapat memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gita Kamath, mengaku perkembangan wirausaha perempuan di Indonesia semakin bertumbuh pesat. Namun, tentu ada berbagai tantangan yang harus diatasi agar bisa UMKM bisa bertumbuh dan menjadi go global.
Menurut dia, mengatasi tantangan ini bukan hanya keharusan moral, tetapi juga keharusan ekonomi. "Wirausaha yang dikelola perempuan sangat penting bagi perekonomian Australia dan Indonesia, dan untuk mengembangkan kemitraan ekonomi yang erat. Saya bangga dengan pekerjaan yang kami lakukan dengan Indonesia untuk memberdayakan wirausaha perempuan, termasuk melalui program KATALIS," kata Gita.
Menurut penelitian KATALIS,IA-CEPA 2020-2025 akan mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar AUD 28-46 juta pada 2038, dan akan meningkatkan PDB Australia sebesar AUD 21 juta. Ada banyak sekali peluang bagi bisnis Indonesia, termasuk yang dipimpin oleh perempuan, untuk berkembang di bawah kemitraan ini, mendorong inovasi, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan.
Australian Business Champion untuk Indonesia, Profesor Jennifer Westacott, mengatakan perdagangan tidak hanya semata sebagai kegiatan ekonomi, tetapi juga membangun jembatan antara budaya dan masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting agar lebih banyak perempuan dapat diberdayakan untuk menjangkau hal-hal tersebut. "Kita harus bekerja sama untuk membuka sepenuhnya potensi wirausaha perempuan," kata Jennifer.
Sebagai informasi, lebih dari 200 wirausaha UKM perempuan Indonesia hadir dalam forum Go Big, Go Global di Jakarta. Mereka berbagi pengalaman dan wawasan tentang peluang dan tantangan membangun UMKM berorientasi ekspor. Forum ini merupakan inisiatif bersama Kementerian Perdagangan Indonesia, KATALIS, dan Asian Development Bank yang bertujuan untuk berbagi wawasan dan kesempatan bagi para pelaku wirausaha dari UKM yang dipimpin oleh perempuan untuk membangun jaringan dan memperoleh pengetahuan tentang pembiayaan ekspor, asuransi kredit ekspor, dan meningkatkan akses pasar, termasuk ke Australia.
Baca Juga: Investasi Kalimantan Timur Melesat! Pembangunan IKN Jadi Katalis Utama
Butuh Proses Berkembang
Atase perdagangan Indonesia di Canberra, Haris Setiawan, mengakui tidak mudah untuk membangun UMKM berorientasi ekspor. Semua harus berproses. Mulai dari memahami kualitas dan keunikan produk hingga memahami regulasi serta kebutuhan pasar di negara lain.
"Maka dari itu, perlu memahami regulasi negara tujuan ekspor. Tidak bisa langsung jualan, meski sudah ada distributor di negara tersebut. Karena, bisa jadi distributor juga sudah punya supplier yang sudah eksisting. Buyer mencari kualitas terbaik dan harga yang paling kompetitif. Maka dari itu, pelaku usaha harus bisa menonjolkan produknya sehingga bisa menarik pembeli luar negeri yang pas," jelasnya.
Managing Director Indonesian Trading House Sydney (ITHS) Antonius Auwyang mengatakan, pihaknya siap membantu dalam memberikan pemahaman, pembinaan dan pendampingan terhadap UMKM Indonesia yang ingin masuk ke pasar Australia. Hal ini dilakukan agar barang ekspor dari Indonesia bisa diterima dan cocok dengan kebutuhan pasar di Australia. Sejauh ini, beberapa pasar di Adelaide, Melbourne, dan Brisbane sudah berhasil menerima produk dari UMKM Indonesia.
"Tapi, produk ini jangan hanya menyasar ke masyarakat Indonesia di Australia. Kalau dibeli sama masyarakat Indonesia yang tinggal di Australia, itu sama saja bukan go global. Artinya, produk ini juga harus dinikmati, dibeli masyarakat lokal sana," tandasnya.
Founder Sila Tea, Iriana Ekasari, mengakui tidak mudah menembus pasar mancanegara. Berdiri pada 2018, usahanya baru bisa mengekspor ke negara lain pada 2022 meskipun kuantitasnya masih skala kecil.
Dia menceritakan, tantangannya adalah distributor luar negari masih belum berani menerima produk dalam skala kecil. Selain itu, mereka juga sangat mengutamakan kualitas, memiliki perbedaan dengan produk sejenis yang sudah ada, dan harga yang kompetitif.
"Selain memahami regulasi dan pasar luar, harus juga aktif melakukan engagement terhadap pelanggan. Tapi, intinya adalah harus kuat mental dan sabar. Bisnis yang baru dimulai tidak mungkin langsung bisa besar. Sukses hanya 2 persen inspirasi, sisanya 98 persen adalah kerja keras," pesannya.
CEO Diva Prima Cemerlang, Dewi Harlas juga berpendapat sama. Menurutnya, masuk ke pasar global membutuhkan proses yang tidak mudah. Contohnya, bisnis bulu mata palsu yang digelutinya baru bisa ekspor beberapa tahun sejak mulai dirintis.
"Perjuangan merintis ekspor 5-6 tahun lalu. Dulunya mau belajar ekspor itu harus belajar dengan biaya puluhan juta. Kalau kami mulai dari (biaya) minus," ceritanya.
Menurut dia, menghasilkan produk bernilai ekspor memang tidak mudah. Tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan. "Tantangan adalah bagaimana bisa meyakinkan pembeli agar menjadikan kita sebagai supplier terpercaya. Bagaimana memprovide buyer sesuai dengan permintaan/kebutuhan pembeli. Apalagi, kami industri rumahan yang rumah produksi di desa," ungkapnya.
Pengalaman senada juga diceritakan Founder mBrebes Mili, Dini Windu Asih. Produk bawang goreng yang dikembangkannya tidak langsung bisa menembus pasar luar. Apalagi, di negara lain juga menjual produk serupa dan menawarkan harga yang sangat bersaing.
Namun, inovasi dan pengembangan rasa bawang goreng miliknya ternyata mampu menarik minat masyarakat negara lain. "Taste-nya berbeda dan ternyata disukai orang luar. Misalnya di Malaysia, Jeddah, dan lainnya. Itu rasanya berbeda dengan produk kami," ujarnya.
Tidak hanya bawang goreng, kini mBrebes Mili sudah berhasil mengekspor minyak bawang merah dan bawang putih ke negara lain, termasuk Australia. Produk tersebut sudah dijual di Grand Laguna, sebuah supermarket Indonesia yang berlokasi di Melbourne.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement