Memang kata Prima, ada Panti Bina Laras milik Dinas Sosial Provinsi Riau di kawasan Rumbai Pekanbaru yang telah menerima eks pasien RSJ Tampan untuk tempat 'pulang'. Hanya saja, kapasitasnya terbatas dan khusus untuk lelaki pula.
"Panti Kesanpro, bisa menerima eks pasien perempuan. Kapasitas maksimalnya mencapai 40 orang. Artinya, kalau eks pasien perempuan yang sudah sembuh diantar ke sana, maka RSJ akan bisa menerima pasien baru yang jelas-jelas sangat membutuhkan penanganan serius," ujarnya.
Long Stay dan Daya Tampung RSJ Tampan
Zulkifli kemudian menjelaskan apa yang dimaksud dengan pasien long stay tadi. Bahwa di RSJ Tampan, ada pasien yang telah tinggal bertahun-tahun. Bahkan ada yang sampai empat tahun.
Ini terjadi kata lelaki 48 tahun ini lantaran pasien yang masuk ke RSJ Tampan ada empat kategori. Kategori pertama adalah; mereka punya jaminan kesehatan seperti BPJS, Jamkesda atau jaminan kesehatan lainnya, dan memiliki keluarga.
Kategori kedua, pasien memiliki jaminan kesehatan tapi tidak punya keluarga. Kategori ketiga, tidak memiliki jaminan kesehatan, namun punya keluarga. Lalu kategori terakhir, pasien tidak punya sama sekali, baik itu jaminan kesehatan maupun keluarga.
"Yang memiliki keluarga, ini terbagi dalam dua typologi pula. Pertama keluarga miskin dan mau menerima kembali pasien yang sudah menjalani perawatan, dan keluarga yang tak mau menerima kembali si pasien," terangnya.
Kalau yang tidak punya jaminan kesehatan kata Zul, pihaknya telah mengajak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pekanbaru bekerja sama. Caranya, Disdukcapil datang ke RSJ Tampan. Di sana retina dan sidik jari si pasien di-scan untuk mendapatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar bisa dibuatkan KTP sebagai syarat untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang 99% nya memakai Universal Health Coverage (UHC).
Lalu yang keluarganya miskin dan tak bisa menjemput si pasien, RSJ Tampan akan mengantarnya. Dua perlakuan ini sudah rutin dilakukan oleh pihak RSJ. Bahkan sudah tergolong lama.
"Yang tak ada keluarga dan ada keluarga tapi tak mau menerima ini yang menjadi masalah. Mau tak mau mereka akan tetap stay di RSJ. Sementara limit jaminan kesehatan mereka kan ada. Mau tak mau, RSJ lah yang akan menanggung biaya hidupnya meski limit jaminan kesehatannya sudah habis.Enggak mungkin kita lepas berkeliaran di luar sana kan?" wajah Zulkifli kelihatan serius.
Lantaran harus dibiaya terus, lama kelamaan berdampak juga terhadap cashflow RSJ. Sebab itu tadi, Zulkifli kemudian mengambil contoh salah satu pasien yang sudah stay di RSJ sejak 2021 yang April lalu, baru bisa dipindahkan ke panti.
Selama di RSJ, pasien ini menghabiskan biaya sekitar Rp110 juta. Tapi yang bisa dicover oleh jaminan sosial cuma Rp21 juta. Ini berarti, RSJ musti menomboki sekitar Rp89 juta. Ini masih hanya untuk satu pasien.
Lantaran didera oleh persoalan semacam itu, tak heran kalau target pendapatan yang musti dicapai RSJ di angka Rp32 miliar dalam setahun, yang kesampaian cuma sekitar Rp24 miliar.
"Lagi-lagi, ini enggak melulu soal duit. Tapi beginilah realita yang terjadi pada kami, bertahun-tahun. Dan meski begitu, kami tetap jalankan misi kemanusiaan ini sebaik mungkin," ujarnya.
Idealnya memang kata Zul, pasien yang dirawat oleh RSJ silih berganti. Kalau kejadiannya seperti ini, belanja RSJ akan menurun, pendapatan naik dan mutu pelayanan meningkat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz
Tag Terkait:
Advertisement