"Ada 5.000 petani tembakau, dengan luas lahan 10.000 hektar. Hasil dari tembakau ini, tiga kali lipat dari tanaman palawija. Inilah potret pertembakauan di daerah-daerah sentra lainnya di Indonesia. PP Kesehatan dan R-Permenkes ni adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya," tegasnya.
Bondowoso mempunyai dua varietas unggul tembakau rajangan yaitu, Maesan I dan Maesan II yang cocok untuk ditanam di berbagai wilayah Bondowoso. Tak jarang petani dari luar Bondowoso rela untuk datang dari jauh demi mendapatkan bibit varietas ini.
"Selain itu, banyak perusahaan yang meminati tembakau ini. Yang kami, para petani butuhkan saat ini adalah dukungan, perhatian, pendampingan dari pemerintah supaya keberlangsungan komoditas tembakau Bondowoso terjaga,” ujarnya.
Petani yang kerap disebut sebagai soko guru pembangunan juga memohon agar keberadaannya dipertimbangkan oleh Kemenkes saat penyusunan aturan dilakukan.
"Kami berupaya terus bertahan sejak COVID-19. Belum pulih seluruhnya, sekarang dihantam dengan Rancangan Permenkes yang akan memukul kami. Tolong diperhatikan nasib kami petani. Kalau di hilir sudah ditekan, hulu juga terkena imbas, diperlakukan tidak adil, mau dibawa ke mana IHT ini?," ujarnya
Selama proses penyusunan Rancangan Permenkes berlangsung, Yasid juga menyampaikan , bahwa Kemenkes tidak pernah mengindahkan keberadaan petani.
Baca Juga: PP Kesehatan Dinilai Ancam Petani Tembakau, Prabowo Diminta Tinjau Ulang
“Ratusan masukan telah disampaikan pada situs Partisipasi Sehat, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut dari Kemenkes. Petani juga tidak pernah diundang pada sesi public hearing yang kerap disebutkan Kemenkes telah terlaksana pada September yang lalu," pungkas Yasid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement