Ketua Dewan Pakar Pusaka Kalam, Yanto Santosa, mendesak pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Menurut Yanto, urgensi dari revisi tersebut perlu dilakukan agar para pelaku usaha, khususnya di industri sawit, bisa memanfaatkan limbah sawit untuk diaplikasikan ke lahan perkebunan.
Baca Juga: Jaga Produktivitas Sawit, Pakar Ungkap Tiga Strategi Atasi Perubahan Iklim
Pasalnya, ada berbagai penelitian yang menunjukkan perihal pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang berpotensi untuk memberikan manfaat pada lingkungan, agronomi, hingga ekonomi.
"Itu sebabnya perlu adanya perubahan paradigma dari menganggap LCPKS sebagai sampah berbahaya yang harus dibuang menjadi sumberdaya yang memiliki multi manfaat," kata Yanto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (27/11/2024).
Kendati demikian, Yanto menilai jika selama ini penanganan LCPKS terkendala beberapa hal. Di antaranya pemahaman tentang multimanfaatan dari LCPKS. Padahal, imbuh dia, LCPKS sendiri memiliki berbagai manfaat mulai dari agronomi, ekonomi, hingga lingkungan.
Pembuangan LCPKS, sambungnya, walaupun dengan BOD kurang dari 100 mg/lt secara langsung ke badan sungai akan sangat berbahaya karena masih mengandung unsur hara.
"Unsur hara antara lain kalium, phospat dan ammonium yang dapat berubah menjadi amoniak pada pH tinggi sehingga menyebabkan kematian biota, yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan eutrofikasi," ujar dia.
Lebih lanjut, kandungan hara kalium dan fospat yang merupakan komponen utama atau makro dari pupuk pun turut terbuang sehingga menyebabkan pencemaran air, eutrofikasi, serta kehilangan jutaan ton nutrisi seperti kalium dan fosfat tiap tahunnya.
Menurut Yanto, dengan disahkannya Permen LHK Nomor 5 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari PP No 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu, otomatis juga mencabut peraturan sebelumnya. Yakni Kepmen LH No 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di PKS, serta Kepmen LH No 29 Tahun 2003 tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Minyak di PKS.
Baca Juga: Cerdas dan Solutif, Berikut Cara BNI atasi Masalah Limbah dan Perkuat ESG
Dengan dicabutnya Kepmen LH 28/2003 dan 29/2003 oleh Permen LHK 5/202, menyebabkan tidak adanya baku mutu teknis pemanfaatan LCPKS untuk aplikasi tanah (land application). Permen LHK No 5/2021 belum mengatur secara detail prosedur, standar baku mutu, serta waktu pengurusan persetujuan teknis (pertek) dan surat kelayakan operasional (SLO)," tuturnya.
Penerapan land application (LA) tersebut dinilai sangat penting serta bermanfaat, asalkan tetap mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya dosis, frekuensi optimal, faktor cuaca, jenis tanah, redox dan parameter lainnya sesuai karakteristik masing-masing lokasi kebun kelapa sawit.
Maka dari itu, Yanto mendesak pemerintah segera mempercepat revisi regulasi agar mendukung serta mempermudah pengelolaan serta pemanfaatan LCPKS secara optimal dan berkelanjutan. Upaya itu bisa dilakukan dengan menggaet beberapa pihak yang ahli di bidangnya seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, maupun perusahaan.
"Perusahaan perlu meningkatkan transparansi pengelolaan limbah dan melaporkan secara rutin kepada instansi terkait," ujarnya.
Tak hanya itu, diperlukan juga penelitian maupun inovasi teknologi pengolahan dan pemanfaatan LCPKS ini. Harapannya, LCPKS bisa memberi nilai tambah ekonomis secara optimal serta mengurangi emisi GRK secara maksimal pula demi tercapainya keberlanjutan.
"Perlu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat dan risiko LCPKS dari aspek lingkungan, agronomi, dan ekonomi," jelas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement