Handi Risza menekankan pentingnya peran ekonomi syariah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan mencapai 8% pada tahun 2025. Ia menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi syariah selalu berjalan seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, Indonesia perlu menggali sumber-sumber pertumbuhan baru, salah satunya melalui ekonomi dan keuangan syariah.
Upaya ini melibatkan peningkatan sisi produksi dengan meningkatkan produktivitas pertanian, hilirisasi sektor prioritas, serta pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru seperti pariwisata dan peningkatan kualitas SDM. Sementara itu, dari sisi permintaan, perlu dilakukan upaya untuk menjaga konsumsi masyarakat, investasi berkualitas, peningkatan ekspor, serta kebijakan fiskal dan moneter yang pro-growth.
Handi juga menyoroti bahwa ekonomi syariah sudah menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Beberapa langkah penting untuk memperkuat ekonomi syariah adalah penguatan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal, pengembangan sektor keuangan syariah, serta inovasi produk pembiayaan syariah baik untuk sektor publik maupun non-publik. Selain itu, perlu diperhatikan juga penguatan sektor halal, seperti makanan dan minuman halal, fesyen muslim, dan peningkatan literasi serta regulasi yang mendukung ekosistem ini.
Produk halal Indonesia semakin berkembang pesat, dengan sektor-sektor besar seperti industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan sudah melibatkan industri halal. Meskipun demikian, kontribusi sektor halal ini masih perlu dihitung lebih rinci, mengingat industri halal Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor. Sementara itu, aset keuangan syariah terus berkembang pesat, mencapai Rp 2.742 triliun pada 2024, meskipun market share keuangan syariah masih relatif kecil, yakni hanya 11,41% pada Juni 2024. Selain itu, penyaluran pembiayaan bank syariah untuk UMKM mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir, sementara pembiayaan sektor non-UMKM justru meningkat.
Baca Juga: Kemendag Rekomendasikan 5 Negara Prioritas Ekspor Produk Halal RI
Kontribusi ekonomi syariah terhadap PDB Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai 46,72% (sekitar Rp 9.761 triliun), dengan sektor utama yang berkontribusi adalah pertanian, makanan dan minuman halal, serta fesyen muslim. Meskipun demikian, tantangan struktural ekonomi syariah masih ada, seperti permodalan yang terbatas, minimnya kebijakan dan insentif, serta potensi dana sosial yang belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk mengatasi hal ini, Handi memberikan beberapa rekomendasi kebijakan, termasuk menjadikan ekonomi dan keuangan syariah sebagai prioritas dalam RPJMN 2025-2029, mendorong kebijakan merger atau akuisisi bank syariah BUMN, serta memperkuat lembaga pengelola ekosistem ekonomi syariah seperti KNEKS.
Secara keseluruhan, meskipun industri halal Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif, masih banyak aspek yang perlu diperbaiki agar Indonesia bisa menjadi pusat industri halal dunia dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.
Dr. Rahmat Mulyana menyoroti beberapa masalah utama dalam pengelolaan anggaran dan distribusi pendapatan di Indonesia. Salah satunya adalah ketidakefisienan dalam pengelolaan anggaran negara yang berdampak pada ketimpangan distribusi pendapatan. Meskipun ada bantuan sosial, hal tersebut tidak efektif mengurangi ketimpangan dan cenderung menjadi konsumtif. Selain itu, keberlanjutan fiskal juga terancam karena beban hutang negara yang terus meningkat, dengan bunga hutang yang mencapai Rp500 triliun. Ia juga menekankan adanya tumpang tindih dalam sistem perpajakan yang kurang berkeadilan, dengan pajak penghasilan yang masih rendah dan rasio pajak yang belum mencapai 10%.
Dr. Rahmat menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah suatu keniscayaan dalam pembangunan ekonomi, yang tidak hanya fokus pada angka pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga pada pemerataan dan keadilan dalam distribusinya. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, kebijakan fiskal Islami dapat diterapkan dengan mengintegrasikan zakat dalam sistem perpajakan, penerapan pajak progresif yang lebih adil, serta pengembangan instrumen keuangan syariah seperti sukuk negara dan wakaf produktif. Selain itu, diversifikasi sumber pembiayaan syariah, penguatan pembiayaan untuk UMKM dengan skema berbasis bagi hasil, serta pemanfaatan dana zakat untuk modal kerja dan crowdfunding syariah juga perlu dioptimalkan.
Dr. Rahmat juga mengusulkan perbaikan dalam distribusi anggaran, dengan alokasi yang lebih fokus pada belanja produktif sektor riil dan berbasis kinerja. Penggunaan teknologi dalam sistem monitoring anggaran dan program pemberdayaan berbasis masjid atau pesantren juga penting untuk meningkatkan efisiensi. Integrasi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dalam upaya pengentasan kemiskinan menjadi langkah strategis lainnya. Pelaksanaan kebijakan ini harus didukung oleh pengembangan indikator kinerja berbasis maqashid syariah, audit syariah yang komprehensif, evaluasi dampak secara berkala, serta penguatan koordinasi antar pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat Islam.
Dampak yang diharapkan dari penerapan kebijakan fiskal Islami ini adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan target mencapai 8%, penurunan ketimpangan pendapatan, penguatan sektor UMKM, keberlanjutan fiskal, serta meningkatnya inklusi keuangan syariah dan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Nur Hidayah membahas mengenai perkembangan regulasi ekonomi syariah di Indonesia, yang dimulai sejak 1992, dengan tujuan memberikan landasan bagi perbankan syariah, dan berlanjut hingga tercapainya Undang-Undang P2SK pada tahun 2023. Meskipun Indonesia memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan Malaysia, Indonesia masih tertinggal jauh dalam perkembangan ekonomi syariahnya. Contohnya, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia baru mencapai 7,38%, sementara Malaysia sudah mencapai 42%. Faktor utama yang menyebabkan ketertinggalan ini antara lain adalah pengaturan dan pengawasan sektor ekonomi syariah di Malaysia yang terintegrasi dengan baik, adanya potensi tumpang tindih kebijakan di Indonesia, serta kurang efisiennya penyusunan regulasi karena lembaga penyusun fatwa di Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk menyusun regulasi.
Meskipun demikian, sejak penerapan UU 21/2008, perbankan syariah Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan, dengan aset perbankan syariah tumbuh sebesar 11,21% pada tahun 2023, mencapai Rp892,17 triliun. Namun, meskipun ada peningkatan, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia masih relatif kecil dibandingkan negara-negara lain. Begitu pula dengan sektor asuransi syariah, yang hanya tumbuh 1,5% pada tahun 2023, serta sektor lembaga keuangan mikro syariah yang mengalami peningkatan aset sebesar 4,6%.
Sektor zakat juga mengalami peningkatan signifikan, dengan pengumpulan zakat nasional mencapai Rp33 triliun pada semester I 2023, namun masih jauh dari potensi yang dapat dikelola. Indonesia juga menunjukkan prestasi di sektor halal, seperti makanan halal, fashion muslim, dan farmasi halal, meskipun masih tertinggal dalam sektor pariwisata ramah muslim.
Baca Juga: Ekspor Produk Halal RI Tembus Rp673,90 Triliun, 4 Sektor Ini Mendominasi
Dalam kerangka pengembangan ekonomi syariah, Asta Cita mencakup beberapa langkah strategis, seperti penguatan lembaga keuangan syariah, perluasan ekosistem usaha syariah, peningkatan pendidikan dan penelitian di bidang ekonomi syariah, serta optimalisasi dana sosial syariah seperti zakat dan wakaf. Pengembangan sektor ini juga mencakup pembentukan Bank Wakaf, penguatan peran BUMN dan swasta dalam industri syariah, serta pembentukan lembaga hedge fund syariah. Dalam RPJPN 2025-2045, Indonesia berfokus pada pengembangan industri halal, pemberdayaan dana sosial syariah, pengembangan kewirausahaan berbasis syariah, serta integrasi program ekonomi syariah ke dalam rencana kerja kementerian dan lembaga terkait.
Terakhir, pentingnya Omnibus Law Ekonomi Syariah diharapkan dapat mengatasi kendala struktural yang ada, meningkatkan efisiensi, daya saing, serta kontribusi ekonomi syariah dalam perekonomian nasional, dan mendorong inklusi serta literasi ekonomi syariah di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement