Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPBI: Buruh Sawit Minim Kesejahteraan, Kerusakan Lingkungan, dan Tantangan Regulasi

KPBI: Buruh Sawit Minim Kesejahteraan, Kerusakan Lingkungan, dan Tantangan Regulasi Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Damar Panca, mengungkapkan masalah serius terkait dengan kesejahteraan buruh perkebunan sawit.

Damar mengkritik beberapa praktik industri sawit di Indonesia yang dianggap menjadi masalah serius terkait pekerja, di sisi lain, masalah juga muncul berupa kerusakan lingkungan, hingga kebijakan yang dianggap tidak melindungi hak-hak dasar pekerja maupun masyarakat sekitar perkebunan.

Industri sawit yang berkembang pesat dari Aceh hingga Papua dan merupakan sektor yang menyerap sebanyak 20 juta tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung, namun menurut Damar perlindungan terhadap hak-hak dasar buruh masih terbilang minim.

Dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun Buruh Perkebunan Sawit, Jumat (27/12/2024), Damar menerangkan bahwa mayoritas pekerja di sektor sawit merupakan buruh harian lepas yang tidak memiliki kepastian kerja maupun jaminan kesejahteraan sehingga posisi mereka terbilang rawan.

Selain itu, menurut Damar industri sawit juga secara tidak langsung berdampak pada lingkungan, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati serta kerusakan ekosistem laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan.

Terkait hal tersebut, Damar menjelaskan bahwa wilayah pesisir yag dulunya kaya akan ikan-ikan yang bisa ditangkap nelayan, kini mengalami penurunan hasil tangkapan lantaran polusi serta konversi lahan menjadi perkebunan sawit.

Baca Juga: Sawit Indonesia Bisa Jadi Pemain Global dengan ISPO

“Sehingga dampaknya tidak hanya pada lingkungan saja, melainkan juga pada kesehatan masyarakat sekitar yang terancam oleh polusi dan kualitas air yang buruk,” terang Damar.

Tak hanya itu, dia juga menyoroti rendahnya tingkat upah di sektor sawit khususnya bagi buruh kontrak dan harian lepas. Dirinya juga mencatat maraknya penggunaan sistem kerja fleksibel yang memungkinkan perusahaan yang terlibat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dan kapan saja mereka berkehendak. Hal tersebut tentunya bertentang dengan hak-hak pekerja.

“Sistem kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) mendominasi hingga 70% hubungan kerja di sektor sawit yang memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan, namun merugikan para buruh,” kata Damar.

Ironisnya, di sektor sawit juga rawan praktik “buruh siluman”. Buruh siluman merupakan perempuan yang membantu pekerjaan suaminya dan tidak diakui sebagai pekerja resmi maupun tidak mendapatkan upah.

Lebih lanjut, Damar mengatakan bahwa industri sawit kerap dinilai sebagai industri yang anti terhadap pembentukan serikat buruh. Pasalnya, banyak perusahaan yang membatasi atau bahkan menghalangi keberadaan serikat pekerja.

Baca Juga: Optimalisasi Lahan Sawit dengan Padi Gogo, Bisa Dukung Swasembada Pangan

Bahkan, ucap Damar, dalam beberapa kasus, perusahaan kerap memaksa serikat untuk menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) secara sepihak hanya demi memenuhi syarat sertifikasi seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“PKB kerap tidak melibatkan pekerja dan hanya untuk memenuhi standar sertifikasi saja agar perusahaan dapat mengekspor produknya ke pasar internasional,” tuturnya.

Oleh sebab itu, dia mendesak agar pemerintah bisa bersikap tegas dalam melindungi hak-hak buruh serta memperbaiki sistem pengelolaan industri sawit itu sendiri. menurut Damar, pemerintah perlu memastikan bahwa undang-undang yang ada benar-benar melindungi pekerja, lingkungan, serta masyarakat yang terdampak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: