- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Hot Issue
WALHI Kritik Kementerian Kehutanan, Sebut Tak Paham Tugas dan Tanggung Jawab
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, Uli Arta Siagian, mengungkapkan bahwa rencana proyek 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis.
Uli menegaskan, rencana tersebut akan mempertaruhkan lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia. sebabnya, pembukaan 20 juta hektare hutan bakal melepaskan emisi dalam skala besar sehingga pada akhirnya akan menyebabkan bencana ekologis, global warming, kekeringan, gagal panen hingga zoonosis.
Baca Juga: WALHI: Kebijakan Internasional Dorong Ekspansi Sawit di Indonesia
Tak hanya itu, masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan yang mana proyek tersebut beroperasi akan tergusur secara perlahan. Sedangkan, bagi masyarakat yang hidup di pesisir akan menjadi pengungsi iklim.
Kemudian dampak lain yang ditimbulkan yakni konflik agraria dan biodiversitas yang disusul dengan kekerasan serta kriminalisasi akibat pendekatan keamanan dalam memastikan jalannya rencana dan program tersebut.
Selain itu, pembukaan lahan 20 juta hektare tersebut dikhawatirkan bisa memperparah persoalan kebakaran hutan lahan apabila hutan-hutan tersebut juga merupakan kawasan gambut.
“Kementerian Kehutanan itu seyogyanya wali dari hutan-hutan kita. Sebagai wali, harusnya kementerian ini lah yang paling depan menghadang rencana pembongkaran hutan, bukan justru merencanakan pembongkaran hutan dan melegitimasinya atas nama pangan dan energi. Artinya Presiden dan Menteri Kehutanan tidak memahami tugas dan tanggung jawab mereka,” kata Uli dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (3/1/2025).
Uli merinci, saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan yang dibebani oleh izin di sektor kehutanan. Bahkan, imbuhnya, 4,5 juta hektare konsensi tambang bersinggungan langsung dengan kawasan hutan. 7,3 juta hektare hutan juga sudah dilepaskan yang mana 70% di antaranya digunakan untuk perkebunan sawit.
“Penguasaan hutan-hutan oleh korporasi ini telah melahirkan banyak persoalan dan krisis, yang sulit untuk dipulihkan. Alih-alih melakukan penegakan hukum dan menagih pertanggungjawaban korporasi, justru pemerintah terus tunduk pada kepentingan korporasi dengan melegalisasi pengrusakan hutan,” ucap Uli.
Dia menilai jika narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai “tempelan” untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi. Serta, untuk memastikan bisnis pangan dan energi agar terus membesar serta meluas.
Maka dari itu, imbuhnya, selama pangan dan energi masih diletakkan dalam kerangka bisnis, Uli menilai jika tidak akan pernah ada keadilan bagi rakyat maupun lingkungan. Alih-alih keadilan, yang ada hanya akan menambah persoalan serta mempertajam krisis sosial ekologis.
“Pangan dan energi adalah hak, dan tugas negara adalah memastikan hak tersebut terpenuhi,” tegas Uli.
Uli menilai jika pemenuhan pangan dan energi akan terwujud hanya jika pemerintah menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam produksi dan konsumsi pangan serta energi.
Baca Juga: Menteri Kehutanan Sebut Bakal Jadikan Bioetanol Berbahan Nira Aren
“Pengakuan dan perlindungan hak rakyat atas wilayahnya menjadi hal yang terpenting. Sumber dan pengelolaan pangan dan energi juga harus berasal dan sesuai dengan karakteristik wilayah tempat di mana pangan dan energi dihasilkan,” jelas Uli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement