Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan kesiapannya dalam mengambil alih pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Dengan model pengawasan berbasis risiko (risk-based supervisory framework), OJK akan memastikan ekosistem kripto yang lebih aman, transparan, dan terjamin.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengungkapkan bahwa mekanisme pengawasan baru ini tidak hanya akan fokus pada kepatuhan teknis, tetapi juga pada pencegahan insiden yang merugikan pengguna. "Kami di OJK alhamdulillah punya standar pengawasan yang rasanya secara lintas bidang, lintas sektor diadopsi sebagai standar di OJK. Framework-nya tentu nantinya risk-based. Ke depan, kami akan mendorong agar pengawasan setiap penyelenggaraan kripto maupun instrumennya sendiri dilakukan dengan berbasis risiko-risikonya," jelas Hasan di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Baca Juga: Waktu Makin Mepet, OJK Pantau dari Hari ke Hari Terkait Peralihan Pengawasan Kripto dari Bappebti
Salah satu prioritas utama adalah meningkatkan transparansi informasi bagi konsumen. Hasan menegaskan pentingnya pengawasan yang memastikan penerbitan aset kripto berbasis pada proyek atau inisiatif nyata yang mendasarinya. "Kita ingin menghadirkan kecukupan disclosure atau transparansi informasi atas kripto yang akan diterbitkan di domestik. Jangan sampai kripto yang diterbitkan itu betul-betul hanya sebatas bentuk proposal yang tidak ada dasarnya," tegasnya.
Menurut Hasan, setiap aset kripto yang akan diperdagangkan harus melalui proses evaluasi yang ketat. Langkah ini mencakup persetujuan dari OJK dan bursa yang terkait. Hanya setelah memenuhi semua persyaratan, aset tersebut dapat dicatatkan dan diperdagangkan. “Jadi, seperti penerbitan saham. Kalau memang dia janji bahwa ini bentuknya proyek, tentu proyeknya harus ada. Harus ada pihak yang men-sponsori dan menjamin hal itu. Kemudian, progres pencapaian dan kinerjanya juga harus dilaporkan ke publik secara berkala,” tambah Hasan.
Untuk menghindari spekulasi berlebihan, likuiditas aset kripto akan diawasi secara berkala oleh bursa, minimal setiap tiga bulan sekali. Bursa memiliki kewenangan untuk mengevaluasi aset mana yang layak tetap berada dalam daftar perdagangan, berdasarkan kriteria seperti likuiditas dan transparansi informasi.
OJK juga menegaskan pentingnya peran pengawasan mandiri (self-control) oleh pelaku industri. Hasan menyebut bahwa pengawasan ini harus dimulai dari para penyelenggara untuk menjaga kredibilitas mereka di pasar. “Industri juga kan ingin keberadaan mereka tidak dalam jangka pendek. Jadi self-control, pengawasan mandiri, itu diawali oleh pelaku sendiri. Jangan sampai banyak insiden, ada kegagalan seperti yang juga terjadi di banyak industri kripto yang tidak diawasi,” jelas Hasan.
Baca Juga: Bos OJK Bawa Update Peralihan Pengawasan Kripto dari Bappebti, Begini Katanya!
Dalam aturan baru ini, OJK memastikan bahwa setiap aset kripto yang diterbitkan harus memiliki transparansi yang cukup agar masyarakat dapat membuat keputusan investasi berdasarkan informasi yang memadai. Transparansi tersebut mencakup informasi lengkap tentang proyek yang mendasari aset, pihak yang menjamin keberlanjutannya, hingga laporan rutin tentang progres proyek yang telah dijanjikan.
“Insya Allah nanti akan menjadi beberapa poin penting dalam pengaturan penawaran aset digital yang akan terbit nanti. Jadi setelah kecukupannya ada, disetujui oleh OJK, disetujui oleh bursanya, baru diizinkan untuk dilakukan pencatatan dan dimulai perdagangannya di bursa,” tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement