Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Sebut Kenaikan Harga Gabah Akan Jadi Kunci Swasembada Pangan

Pakar Sebut Kenaikan Harga Gabah Akan Jadi Kunci Swasembada Pangan Kredit Foto: Antara/Arif Firmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengatakan bahwa kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) antara 8,3% hingga 10,8% merupakan wujud komitmen negara dalam menjaga kegairahan petani dalam mengusahan padi.

Di sisi lain, langkah tersebut juga dilakukan sebagai upaya agar petani tetap mendapatkan insentif ekonomi yang memadai.

Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Merosot Jadi Rp1.560.000 per Gram, Siap Borong?

"Kenaikan HPP patut diapresiasi di saat ongkos produksi padi mengalami kenaikan," kata Khudori, dilansir dari Antara, Selasa (14/1/2025).

Kenaikan HPP gabah dan beras pengadaan Bulog, sambungnya, tanpa disertai dengan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras baik medium maupun premium bisa dianggap sebagai cara pemerintah dalam memberi peluang kepada Bulog untuk memaksimalkan produksi domestik pengadaan gabah atau beras.

Khudori memprediksi jika produksi beras tahun ini akan melimpah pada bulan-bulan Maret hingga Mei 2025. Pada periode tersebut, kata dia, itu merupakan periode terbaik untuk Bulog dalam menyerap gabah atau beras nasional.

Kebijakan kenaikan HPP ini, imbuhnya, tidak bisa dilepaskan dari komitmen pemerintah untuk swasembada pangan dan tak lagi mengimpor beras di tahun ini. Dengan kata lain, Bulog tidak akan ditugaskan untuk impor seperti dua tahun terakhir ini.

"Tahun 2023 impor beras Bulog mencapai 3,06 juta ton dan tahun 2024 mencapai sekitar 3,5 juta ton. Karena tidak ada impor, Bulog harus memaksimalkan penyerapan produksi domestik," ujar Khudori.

Di sisi lain, ketika Bulog sudah melakukan penyerapan gabah atau beras secara optimal, maka saat itu pemerintah diprediksi akan memberlakukan HET beras yang baru.

Kemudian, di saat harga input atau bahan baku naik, maka menurut Khudori harga output yakni beras juga bakal dipastikan turut terkerek naik.

"Bagi penggilingan padi, terutama penggilingan padi skala kecil, musim panen raya adalah waktunya bekerja. Peluang besar mereka untuk bisa mendapatkan gabah ya di musim panen raya ini," jelas dia.

Kendati demikian, Khudori memaparkan bahwa apabila HET beras tidak dinaikkan, maka akan menimbulkan beberapa kemungkinan. Di antaranya penggilingan menjual beras sesuai dengan HET. Akan tetapi pihak penggilingan mengorbankan kualitas sehingga akhirnya menjual beras dengan kualitas bagus namun harganya di atas HET yang telah ditetapkan.

Sebagai informasi, pemerintah, melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), secara resmi menaikkan HPP untuk GKP di tingkat petani dari yang semula Rp6.000 per kilogram, menjadi Rp6.500 per kilogramnya. Sedangkan GKP di penggilingan naik dari Rp6.100 per kilogram menjadi Rp6.700 per kilogram.

Baca Juga: Geopolitik Panas, Harga Minyak Global Terkerek Ancaman Berkurangnya Pasokan dari Rusia

Kemudian, pembelian beras di gudang Bulog pun naik dari yang semula Rp11.000 per kilogram, menjadi Rp12.000 per kilogramnya dengan kualitas derajat sosoh hingga 100%. Serta, maksimal kadar air, butir patah dan menir masing-masing sebesar 14%, 25% dan 2%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: