Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kinerja Industri Otomotif Diproyeksikan Menurun di 2025, Kemenperin Usulkan Insentif Pendongkrak

Kinerja Industri Otomotif Diproyeksikan Menurun di 2025, Kemenperin Usulkan Insentif Pendongkrak Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Setia Darta mengungkapkan perkiraan penurunan industri otomotif pada 2024 dalam acara diskusi yang bertajuk “Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah” di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

“Sebagai salah satu sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap PDB nasional, industri otomotif mencatatkan perkiraan penurunan sebesar Rp4,21 triliun pada 2024. Ini berimbas ke sektor backward linkage sebesar Rp 4,11 triliun dan sektor forward linkage sebesar Rp3,519 triliun,” ungkapnya, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Rabu (15/1).

Baca Juga: Malaysia Optimistis Lihat Prospek Industri Kelapa Sawit, Harga Diprediksi Capai Segini di 2025

Pada tahun 2025 kinerja industri otomotif diproyeksi bisa menurun karena adanya implementasi kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) serta penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

Menyadari pentingnya sektor otomotif bagi kontribusi ekonomi Indonesia dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2025, Kementerian Perindustrian secara aktif menyampaikan usulan insentif dan relaksasi kebijakan kepada pemangku kepentingan terkait. Beberapa usulan insentif itu antara lain PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3%.

Selain itu, insentif PPN DTP untuk kendaraan EV sebesar 10% untuk mendorong industri kendaraan listrik, dan penundaan atau keringanan pemberlakuan opsen PKB dan BBNKB.  

“Saat ini sebanyak 25 provinsi yang menerbitkan regulasi terkait relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan nyata terhadap keberlanjutan industri otomotif nasional serta menjaga daya saingnya di pasar domestik maupun global,” ungkap Dirjen ILMATE.

Ke-25 provinsi itu di antaranya Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menuturkan, diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk untuk mengatasi dampak opsen pajak kendaraan bermotor sehingga industri kendaraan bermotor nasional tetap bisa tumbuh.

“Dukungan insentif dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor, yang terlihat pada peningkatan penjualan. Ini akan menggairahkan industri komponen, industri perbankan, hingga lembaga pembiayaan,” ungkapnya.

Gaikindo, kata Kukuh, meminta semua kendaraan berteknologi elektrifikasi (xEV), meliputi HEV, PHEV, dan BEV, diberi kesempatan untuk mendapatkan insentif sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2) dan bahan bakar minyak (BBM).

“Meningkatnya perkembangan pasar xEV dapat memberikan dampak pada pendalaman industri untuk xEV juga potensi peningkatan ekspor xEV,” imbuhnya.

Sementara itu, Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto menyatakan, pasar mobil membutuhkan intervensi cepat, karena kondisi semakin berat. Adapun perbaikan fundamental, berupa penguatan daya beli dan akselerasi pertumbuhan ekonomi merupakan solusi jangka panjang.

Berdasarkan hitungan LPEM Universitas Indonesia, pemberian insentif bakal berdampak positif terhadap ekonomi. Kontribusi industri mobil baik langsung dan tidak langsung terhadap produk domestik bruto (PDB) akan mencapai Rp177 triliun dengan tarif PPnBM 10%, lalu Rp181 triliun dengan PPnBM 7,5%, Rp185 triliun PPnBM 5%, dan Rp194 triliun dengan PPnBM 0%, dibandingkan skema business as usual Rp168 triliun.

Selain itu, akan ada tambahan tenaga kerja otomotif sebanyak 7.740 orang dengan PPnBM 10%, lalu 11.611 orang (PPnBM 7,5%), 15.481 orang (PPnBM 5%), dan 23.221 orang (PPnBM 0%). Riyanto juga mengusulkan PPnBM mobil murah tahun ini bisa dikembalikan ke 0% dari saat ini 3%. “Adapun insentif PPnBM untuk mobil pertama layak dipertimbangkan, bersama lokalisasi, ekspor, dan litbang karena bakal berimbas positif terhadap industri otomotif,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: