Pemerintah menunda peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang semula dijadwalkan pada 8 November 2024. Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, memastikan bahwa eksekusi dan peresmiannya belum akan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini terkait dengan persiapan regulasi yang lebih matang dan pemahaman mengenai kompleksitas yang lebih tinggi dalam pengelolaan aset BUMN.
“BPI Danantara kenapa tidak terjadi? Belum apa tidak? Waktu itu tidak. Sekarang belum. Tapi kan intinya gini, waktu itu pas kapan tuh November kan. Saya terus-terusan baru pulang dari DC. Saya langsung ditugaskan ke situ,” ujar Djiwandono, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Menurut Djiwandono, keputusan penundaan ini bukan berasal dari masalah aset, karena secara keuangan hal tersebut relatif mudah untuk diselesaikan. Namun, ia menegaskan bahwa permasalahan terletak pada kebutuhan akan kerangka regulasi yang lebih jelas. Pemerintah, lanjut Djiwandono, ingin memastikan bahwa eksekusi Danantara nantinya berjalan dengan baik. "Memang bukan masalah aset. Kalau dari keuangan tuh gampang, bukan gampang ya. Cuman proses pengalihan ke aset tuh sama aja kan. Cuman kalau keuangan tuh adalah ini ya,” jelasnya.
Baca Juga: Soal BPI Danantara, Pandu Sjahrir: Kita Tunggu Tanggal Mainnya
Djiwandono mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi merasa perlu waktu lebih untuk merampungkan regulasi yang akan mendasari operasional BPI Danantara, sehingga eksekusi tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. "Ini lebih karena memang Pak Presiden merasa bahwa oke, kita kelihatannya masih belum, regulatory frameworknya harus lebih jelas. Dan ujung-ujungnya eksekusinya harus lebih baik nanti,” tambahnya.
Sebagai informasi, Danantara merupakan badan yang dirancang untuk mengonsolidasikan aset-aset strategis BUMN di Indonesia. Pada tahap awal, Danantara akan menaungi tujuh BUMN besar, termasuk PT Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Negara Indonesia, PT PLN, PT Pertamina, PT Telkom Indonesia, dan holding BUMN pertambangan MIND ID. Konsolidasi ini bertujuan untuk menciptakan superholding BUMN dengan pengelolaan aset sebesar US$600 miliar atau sekitar Rp9.480 triliun.
Meski penundaan terjadi, Djiwandono menegaskan bahwa konsep superholding ini bukanlah hal baru. Ia mendukung langkah pemerintah untuk mengelola aset-aset BUMN dalam satu wadah yang lebih terintegrasi. "Kita tuh banyak sekali aset-aset di BUMN. Sebetulnya konsep superholding ini sudah dipikirkan sudah lama. Di BUMN pun itu bukan barang baru," katanya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Pulang, PP dan Perpres BPI Danantara Diserahkan kepada Menteri Sekretaris Negara
BPI Danantara diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam kancah investasi global dan mendukung pembangunan ekonomi nasional. Dengan proyeksi peningkatan aset yang signifikan dalam beberapa tahun mendatang, Danantara diharapkan menjadi pemain utama dalam investasi global, sekaligus menjadi tempat bagi Indonesia Investment Authority (INA) untuk berperan lebih aktif.
Namun, untuk saat ini, pemerintah masih fokus pada penyelesaian regulasi yang lebih matang agar peluncuran Danantara dapat dilakukan dengan lebih baik dan lebih terstruktur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement