Ekonom Desak Pemerintah Sesuaikan Aturan Devisa Hasil Ekspor dengan Sektor Industri

Beberapa ekonom meminta pemerintah untuk mengimbangi aturan baru terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Para ekonom tersebut juga menyarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan berbagai saran dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Pasalnya, para ekonom menilai jika kebutuhan atas penggunaan devisa di tiap sektornya berbeda.
Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan jika aturan baru DHE SDA tersebut akan mewajibkan eksportir untuk menempatkan sebesar 100% DHE SDA di Indonesia dengan periode minimal selama setahun.
Sebelumnya diketahui kebijakan DHE SDA mewajibkan para eksportir menempatkan minimal 30% dari DHE SDA dengan jangka waktu minimal 3 bulan.
Dalam diskusi publik bertajuk Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Ekonomi yang digelar di Jakarta, Rabu (22/1/2025), Wijayanto mengatakan bahwa pemerintah perlu melibatkan para pelaku usaha untuk merumuskan kebijakan penahanan DHE SDA di Indonesia. Hal tersebut bertujuan agar kebijakannya bisa disesuaikan menurut bidang ekspor masing-masing.
Baca Juga: Airlangga Hartarto Pastikan Devisa Ekspor Wajib Disimpan di Tanah Air Selama Satu Tahun
Dia juga menilai jika para eksportir tetap membutuhkan devisa untuk membeli bahan baku, menjalankan operasional perusahaan, serta membayar utang yang mana kebutuhan-kebutuhan tersebut berbeda di masing-masing perseroan.
“Jadi, memang dalam konteks ini pemerintah harus betul-betul bicara dengan dunia usaha. Kalau perlu, formulanya tergantung sektor, misalnya sektor CPO (kelapa sawit) dan sektor mining (pertambangan), kedua sektor ini dibikin (aturan DHE) berbeda karena masing-masing sektor itu mempunyai model bisnis yang berbeda,” ucap Wijayanto.
Maka dari itu, dirinya menyarankan agar perubahan nominal dan periode penyimpanan DHE SDA di Indonesia seharusnya dilakukan secara bertahap. Misalnya, dari yang kini 30% selama minimal 3 bulan, menjadi 30% selama minimal setahun atau setara 50% selama minimal 6 bulan.
Wijayanto mengaku khawatir akan terjadi aliran modal keluar asing atau capital outflow jika diterapkan kenaikan yang signifikan sebelum aturan tersebut diberlakukan sepenuhnya.
Hal ini dikarenakan para eksportir masih membutuhkan penempatan devisa dalam bentuk dolar AS di luar negeri guna merampungkan kewajiban mereka. Salah satunya adalah pembayaran bahan baku yang diimpor.
“Capital outflow itu akan terjadi sebelum (aturan baru) itu diberlakukan karena mereka (pengusaha) perlu dolar AS di luar (negeri) untuk settle (menyelesaikan) kewajiban-kewajiban mereka karena penerimaan (devisa) di masa mendatang sudah akan ditahan,” jelasnya.
Baca Juga: Kebijakan DHE SDA Terbaru Akan Tambah Cadangan Devisa dan Perkuat Perekonomian Indonesia
Dalam diskusi yang sama, Ajib Hamdani selaku Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), menyebut bahwa terkait aturan anyar tersebut, pemerintah perlu mempersiapkan insentif yang tepat dan wajib mengakomodasi masukan dari seluruh stakeholders terkait.
Adapun upaya tersebut dilakukan lantaran aturan anyar DHE tersebut tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap para pelaku industri secara berkepanjangan.
“Agar tidak mengalami kontraksi ekonomi dan kontraproduktif terhadap investasi, pemerintah harus mengimbangi dengan insentif yang tepat dan mengakomodir masukan dari seluruh stakeholders,” ucap Ajib.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement