
Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT Harmas Jalesveva terhadap PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mendapat respons dari sejumlah pihak.
Salah satunya datang dari pengacara BUKA Ranto Simanjuntak, ia menilai langkah dari Harmas tersebut tidak tepat dan tidak relevan.
Menurut Ranto, pengajuan PKPU terhadap BUKA tidak memenuhi syarat hukum yang berlaku. Ia menjelaskan dalam aturan PKPU, harus ada utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta melibatkan dua kreditor atau lebih.
"Namun, pihak pemohon PKPU, Harmas, bukanlah kreditor BUKA. Faktanya, BUKA tidak memiliki utang terhadap Harmas," kata Ranto dalam keterangannya.
Ranto juga menyoroti dasar hukum yang digunakan Harmas dalam gugatan ini adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang saat ini masih dalam proses Peninjauan Kembali (PK) yang merupakan ranah Pengadilan Perdata, bukan ranah atau kewenangan dari Pengadilan Niaga.
Terlebih lagi di dalam Permohonan Peninjauan Kembali ini, BUKA masih memperjuangkan keadilan dalam Gugatan Rekonvensi.
Dengan demikian, perkara ini tidak memenuhi unsur Pembuktian Sederhana dikarenakan masih terdapat sengketa keperdataan murni sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
"Seharusnya, bukti seperti itu tidak dapat dijadikan dasar dalam permohonan PKPU,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengkritik penggunaan klaim kewajiban pajak sebagai dasar untuk memenuhi syarat dua kreditor dalam PKPU.
"Ditjen Pajak bukan kreditor lain dalam kasus ini. Semua pengusaha memiliki kewajiban pajak, tetapi ini tidak relevan dijadikan dasar untuk PKPU, apalagi persoalan ini masih dalam proses perdata. Ini jelas salah alamat,” ujarnya.
Menurut Ranto, pengajuan Ditjen Pajak yang dikatakan oleh Harmas juga memiliki tagihan kepada BUKA itu tidak benar, karena faktanya BUKA tidak memiliki hutang kepada Ditjen Pajak.
Fakta menunjukkan bahwa gedung One Belpark yang dijanjikan Harmas belum selesai dibangun hingga kini.
"Klien kami sudah membayar Rp 6 miliar sebagai uang muka sewa, tapi gedungnya belum jadi. Bagaimana bisa klien kami dianggap memiliki utang, sementara Harmas sendiri gagal memenuhi kewajibannya?” kata Ranto.
Ia mengungkapkan Harmas tidak hanya gagal memenuhi kewajibannya dalam menyelesaikan pembangunan gedung.
"Tetapi juga menggunakan gugatan ini sebagai upaya untuk menghindari kewajiban mereka," tuturnya.
Menanggapi gugatan ini, BUKA telah menyiapkan langkah hukum lanjutan untuk melindungi hak-haknya.
"Kami percaya pada sistem hukum di Indonesia dan akan terus berjuang demi keadilan,” tutup Ranto.
Sebelumnya, PT Harmas Jalesveva telah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) pada 10 Januari 2025.
Permohonan PKPU ini diajukan oleh Harmas melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 2/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst ("Permohonan PKPU"), yang mengklaim bahwa Bukalapak memiliki utang berdasarkan Putusan Kasasi No. 2461 K/PDT/2024
Mengutip keterbukaan informasi, Bukalapak lantas mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung atas putusan kasasi itu. Sekretaris Perusahaan BUKA Cut Fika Lutf mengatakan bahwa pihaknya memandang permohonan PKPU yang diajukan Harmas itu tidak tepat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement