Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Seharusnya Menjadi Salah Satu Penentu Harga Nikel Dunia

Indonesia Seharusnya Menjadi Salah Satu Penentu Harga Nikel Dunia Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan, selain potensi yang besar, berbagai tantangan dalam perdagangan nikel tetap harus menjadi perhatian bersama, salah satunya terkait harga.

Ia menilai Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar dunia yang berkontribusi sebesar 55 persen dari produksi nikel primer dunia pada 2023 sudah seharusnya bisa menjadi salah satu penentu harga nikel.

Baca Juga: Kawasan IMIP Rumuskan Kerangka Pembangunan Berkelanjutan Industri Nikel Lewat Konferensi Tahunan ESG 2024

“Indonesia sudah memiliki harga patokan mineral (HPM) nikel. Hal ini telah diatur Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara. Namun, harga bijih nikel Indonesia melalui HPM memiliki perbedaan sekitar 40 persen dibandingkan harga international,” ujar Meidy, dikutip dari siaran pers Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jumat (31/1).

Meidy mengutarakan, rata-rata HPM untuk bijih nikel dengan kadar 1,8 persen hanya sebesar USD 36/mt pada 2024. Sementara itu, rata-rata harga internationalnya adalah sebesar USD 63/mt pada periode yang sama. 

Lebih lanjut, kesenjangan (gap) harga bijih nikel melalui HPM dibandingkan dengan harga internasional secara keseluruhan mencapai USD 6,36 miliar sepanjang 2024. Di sisi lain, nilai ekspor produk turunan nikel (Matte, MHP, NPI, Cathode, Ni Sulphate) pada Januari-November 2024 sebesar USD 20,28 miliar.

”Salah satu tantangan perdagangan nikel global saat ini adalah industri yang mengharuskan penerapan kerangka lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG). Pada 2027, Uni Eropa mewajibkan setiap baterai yang masuk ke Uni Eropa  memiliki paspor baterai yang salah satu parameter penilaiannya adalah ESG. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama dalam upaya memperluas ekspor nikel ke pasar global,” jelas Meidy.

Meidy menambahkan, saat ini, Indonesia memiliki 395 izin usaha penambangan (IUP) nikel dengan pabrik olahan nikel untuk pirometalurgi sebanyak 49 perusahaan dan hidrometalurgi sejumlah enam perusahaan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: