Fahri Bachmid: Retret Punya 'Legal Basis' untuk Sinkronisasi Pemerintah Pusat dan Daerah

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H., memberikan tanggapan atas kebijakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengeluarkan instruksi dalam Surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 tertanggal Kamis, 20 Februari 2025, agar kepala daerah PDIP tidak ikut retret. Hal ini dilakukan seusai penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh KPK atas kasus Harun Masiku pada hari tersebut.
Fahri Bachmid berpendapat bahwa secara teknis pemerintahan, retret mengacu pada kegiatan orientasi, pembekalan, dan pelatihan yang diberikan kepada pejabat terpilih, seperti kepala daerah dan menteri, setelah mereka resmi dilantik.
Secara terminologi, retret bertujuan untuk membekali para pemimpin dengan pemahaman yang mendalam tentang tugas dan tanggung jawab mereka, serta membangun sinergi dalam menjalankan roda pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, jika berangkat dari spirit Pasal 376 Ayat (3) UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, yaitu agar kepala daerah/wakil kepala daerah dapat dibekali dengan pemahaman yang mencakup aspek teori-teori pemerintahan dan konsep otonomi daerah, pembentukan sikap, watak, mental, dan disiplin sebagai abdi negara, maka menurut Fahri, pada hakikatnya retret merupakan program pemerintah yang urgen serta strategis atau "important and strategic program".
Fahri Bachmid menilai bahwa program retret ini akan mengafirmasi kepala daerah sebagai "state organizer" aspek wawasan mendalam terkait tugas dan tanggung jawab kepala daerah selaku "top executive", tugas pokok kepala daerah, pemahaman Asta Cita, membangun kedekatan emosional antarkepala daerah, pengelolaan anggaran daerah, dan ketahanan nasional maupun wawasan kebangsaan.
Baca Juga: Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Ingatkan Semua Kepala Daerah di Jabar Wajib Ikut Retret
Fahri Bachmid berpendapat bahwa secara doktriner, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara melalui kementerian terkait, secara prinsip melakukan pembinaan dan pengawasan agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, agar tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai konsekuensi atas prinsip itu, maka rumusan norma ketentuan Pasal 373 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur adanya rezim atau pranata Pembinaan dan Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Hal ini dapat dicermati dengan rumusan kaidah bahwa "Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi".
Selanjutnya, "Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota", dan pembinaan serta pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.
"Dengan demikian, saya melihat bahwa kegiatan retret mempunyai 'legal basis' yang kokoh serta dapat dipandang sebagai sarana konsolidasi serta sinkronisasi visi misi kepala daerah dengan program pemerintah pusat, serta membangun perspektif, pemahaman, tugas, dan kewenangan, serta kepemimpinan. Ini sangat urgen agar adanya akselerasi dalam merumuskan kebijakan negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutup Fahri Bachmid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement