- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
CIPS Desak Pemerintah Modernisasi Pertanian! Jika Tidak, Ini Risiko yang Mengancam

Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyoroti pentingnya modernisasi pertanian dalam menjaga ketahanan pangan dan stabilitas harga beras di Indonesia.
Peneliti CIPS, Rachmad Supriyanto, mengatakan bahwa peningkatan produktivitas harus menjadi fokus utama kebijakan pemerintah, bukan hanya sekadar intervensi harga.
Rachmad menilai jika bantuan alat, mesin, serta inovasi seperti varietas unggul yang sudah disediakan oleh pemerintah masih perlu ditingkatkan agar lebih merata. Adapun salah satu cara yang dianggap efektif untuk mewujudkan hal tersebut yakni dengan menciptakan kebijakan yang lebih ramah terhadap investasi di sektor pertanian.
"Indonesia perlu fokus pada reformasi kebijakan beras yang komprehensif, termasuk perbaikan metode bertani agar lebih efisien dan berkelanjutan," ujar Rachmad, dalam keterangannya, Kamis (27/2/2025).
Baca Juga: Pertanian RI Kalah dari Thailand & Vietnam, Zulhas Sebut Akibat Milenial Tak Mau Jadi Petani
Peningkatan produksi pangan, kata dia, tidak harus dilakukan dengan memperluas lahan atau ekstensifikasi saja, melainkan juga dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada alias intensifikasi.
Dengan infrastruktur dan teknologi pertanian yang masih terbatas, biaya produksi tetap tinggi sehingga harga beras terus mengalami kenaikan setiap tahun.
Sebagai informasi, pemerintah saat ini menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram naik dari yang sebelumnya yakni Rp6.000 per kilogram.
Kendati kebijakan tersebut ditetapkan dengan tujuan melindungi petani saat panen melimpah, namun kebijakan tersebut dinilai masih belum cukup untuk mengatasi akar permasalahan, yakni ketidaefisienan produksi beras.
Di sisi lain, Bulog juga harus bersaing dengan swasta dalam membeli beras dari petani, sementara di tingkat ritel, pemerintah masih mengandalkan Operasi Pasar ketika harga beras melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, langkah ini dinilai hanya sebagai solusi jangka pendek dan tidak menyelesaikan persoalan mendasar dalam rantai pasok beras nasional.
"Solusi jangka panjang tidak bisa hanya mengandalkan intervensi harga, tetapi harus diarahkan pada modernisasi pertanian dan efisiensi rantai pasok," jelas Rachmad.
Baca Juga: Mentan Ajak Anak Muda Terjun ke Pertanian Demi Swasembada Pangan
Maka dari itu, CIPS mengingatkan yang menjadi masalah utama adalah ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan beras itu sendiri. dengan kata lain, pertumbuhan penduduk yang cepat tidak diiringi dengan peningkatan produksi yang memadai, sehingga harga beras cenderung naik setiap tahun.
Untuk memastikan ketahanan pangan jangka panjang, CIPS merekomendasikan kesinambungan kebijakan beras yang mencakup pembenahan produksi, efisiensi rantai pasok, serta penyederhanaan regulasi terkait impor.
"Data perkiraan jumlah populasi di masa depan harus menjadi pertimbangan dalam merancang kebijakan pertanian agar produksi beras nasional tetap mencukupi," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement