Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Minyak Kembali Stabil, Investor Soroti Manuver Amerika Serikat

Harga Minyak Kembali Stabil, Investor Soroti Manuver Amerika Serikat Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Harga minyak mentah global mulai stabil dalam perdagangan di Kamis (6/3). Pasar menyoroti ketidakpastian dalam implementasi kebijakan tarif hingga rencanan penambahan produksi minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Dilansir dari CNBC International, Jumat (7/3), harga minyak mentah berjangka Brent naik 0,2%, menjadi US$69,46 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 0,1%, menjadi US$66,36 per barel.

Baca Juga: Kilang Minyak Berkapasitas 500 Ribu Barel akan Dibangun di Batam

Wakil Presiden Divisi Perdagangan BOK Financial, Dennis Kissler mengatakan bahwa pasar tengah menaruh perhatian yang kuat terhadap ekspektasi naiknya pasokan akibat kebijakan terbaru hingga proses damainya beberapa konflik dan kebijakan tarif. 

“Berita tentang penambahan barel bulan depan, bersama dengan kesepakatan damai yang sekarang tampak lebih menjanjikan dan perubahan tarif, membuat perdagangan minyak menjadi volatil," ungkap Dennis Kissler.

OPEC baru-baru ini memutuskan  untuk meningkatkan produksi untuk pertama kalinya sejak 2022. Hal tersebut memicu kepanikan menyusul belum stabilnya pasokan dan permintaan minyak global.

Dari Eropa, Rusia baru-baru ini menyatakan akan mencari kesepakatan damai dengan Ukraina. Namun pihaknya juga akan menjaga keamanan jangka panjangnya dengan tidak akan mundur dari keuntungan yang telah dicapai dalam konflik tersebut.

Dari Amerika Serikat, kebijakan tarif kembali mengalami tarik-ulur yang membuat pasar kebingungan soal ketegasan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Trump baru-baru ini mengecualikan sejumlah sektor dari kebijakan tarif asalnya sektor tersebut tercakup dalam perjanjian dagang dari Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA). Hal ini membuat peluang tak jadinya implementasi tarif 10% untuk energi dari Kanada.

Amerika Serikat juga dikabarkan akan menerapkan kampanye tekanan sanksi maksimum terhadap Iran. Hal tersebut dalam rangka menghentikan ekspor minyaknya dan menekan mata uang dari negara tersebut.

Baca Juga: Pemegang Saham Kencana Alam Sawit Laporkan Direktur Terkait Penjualan Minyak Kotor, Polda Jambi Terbitkan DPO

Sementara China memberikan sedikit harapan usai pemerintahan setempat mengindikasikan bahwa pihaknya siap memberikan lebih banyak stimulus jika pertumbuhan ekonomi tetap melambat. Hal tersebut diharapkan bisa mendongkrak permintaan minyak global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: