
Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya, mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama kegagalan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang melibatkan PT Bukit Asam (PTBA), Air Products, dan PT Pertamina adalah harga pokok produksi yang tidak ekonomis.
Bambang menjelaskan bahwa PTBA sebenarnya siap melanjutkan proyek ini, tetapi mereka mengharapkan adanya penugasan khusus dari pemerintah terkait tata kelola harga batu bara yang digunakan untuk produksi DME.
"Ketika batu bara, yang merupakan energi primer, diubah menjadi gas yang juga merupakan energi primer, tentu ada biaya produksi yang terlibat. Masalahnya adalah pada harga pokok produksi. Bagi PTBA, selama ada penugasan dari pemerintah dan ada pengaturan terkait selisih biaya tersebut, serta penugasannya jelas, maka tidak ada masalah," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (18/3/2025).
Baca Juga: Tak Mau Gagal Lagi! Proyek DME Bangkit, Pemerintah Pastikan Keberlanjutan
Bambang menambahkan bahwa meskipun proyek hilirisasi batu bara ke DME sempat terhenti, PTBA tetap siap melanjutkannya jika ada perubahan skema yang lebih menguntungkan.
"Cuma kan ketika dalam konteks yang sekarang, PTBA ketika misalkan diminta akan melakukan lanjutan kembali di dalam DME, mereka juga gak keberatan. Cuma skemanya mungkin (perlu) berubah," lanjutnya.
Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah tidak hanya bergantung pada satu penyedia teknologi saja dalam proyek ini. Pemerintah sendiri telah berkomitmen menyalurkan investasi besar melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
"Paling besar (yang didanai oleh Danantara itu) DME, ada empat proyek, itu sekitar USD 11 miliar," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, di Kementerian ESDM, Selasa (4/3/2025).
Baca Juga: Hilirisasi Batu Bara Didanai Danantara, Proyek DME Jadi Prioritas
Tri Winarno menjelaskan bahwa proyek hilirisasi DME sebelumnya gagal karena keekonomian dari sisi harga batu bara.
"Jadi, ada tiga kotak kan. Kotak pertama adalah kotak batu baranya, kotak kedua adalah processing-nya, kotak ketiga adalah off taker-nya yaitu potamina. Kotak kedua air product harga dan prosesnya tidak bisa dibuka dan harganya fix. Kotak ketiga off taker-nya si potamina tidak boleh bergeser dan harganya fix. Mau tidak mau suka atau tidak suka yang digeser hanya satu, harga batu bara. Harga batu bara bahkan sampai minimal di angka yang minimum sampai kemungkinan perusahaan itu rugi. Keluarlah usulan untuk bypass penugasan dan lain sebagainya," tutup Tri.
Sebagai informasi, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement