Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IEEFA Nilai Proyek DME Tidak Layak Secara Finansial, Profitabilitas Diragukan

IEEFA Nilai Proyek DME Tidak Layak Secara Finansial, Profitabilitas Diragukan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), sebuah organisasi nirlaba global yang fokus pada kebijakan energi, menyoroti langkah Pemerintah Indonesia yang kembali mengarahkan hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Menurut mereka, proyek DME ini dinilai tidak layak secara finansial dengan profitabilitas yang meragukan.

Analis Keuangan IEEFA, Ghee Peh, menyatakan bahwa biaya pengembangan proyek DME cukup tinggi, mencapai US$3,1 miliar.

“Mempertimbangkan peluang dan biaya, serta harga energi lebih tinggi yang harus ditanggung masyarakat, proyek DME bukan investasi yang layak,” kata Ghee Peh, Kamis (27/03/2025).

Baca Juga: Tak Mau Gagal Lagi! Proyek DME Bangkit, Pemerintah Pastikan Keberlanjutan

Proyek DME ini memang diharapkan dapat menggantikan 15% impor LPG Indonesia. Namun, kelayakan ekonominya dipertanyakan karena profitabilitasnya tidak pasti.

Ghee merujuk pada proyek DME Shanxi Lanhua di China yang terpaksa menghentikan produksinya karena biaya produksi mencapai US$533 per ton, jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar DME di China yang hanya US$460 per ton pada 2023.

Untuk proyek DME di Indonesia, PT Bukit Asam (Persero) Tbk sebelumnya memperkirakan kebutuhan biaya sebesar US$2 miliar pada 2020. Namun, dengan faktor inflasi sebesar 30%, Ghee memperkirakan biaya proyek akan melonjak menjadi US$2,6 miliar pada 2025.

Selain itu, Ghee menambahkan bahwa terdapat potensi keuntungan yang hilang dari batu bara yang diproses menjadi DME, dibandingkan jika dijual secara langsung. Mengacu pada laporan keuangan PT Bukit Asam per September 2024, perusahaan memperoleh keuntungan sebesar US$8 untuk setiap ton batu bara yang dijual. Jika 6,5 juta ton batu bara dialihkan untuk proyek DME dengan harga berdasarkan biaya produksi (cash cost), maka akan ada potensi kerugian sebesar US$520 juta dalam 10 tahun ke depan.

Baca Juga: Hilirisasi Batu Bara Didanai Danantara, Proyek DME Jadi Prioritas

“Sehingga total biaya proyek DME akan menyentuh US$3,1 miliar–dengan belanja modal US$2,6 miliar ditambah hilangnya keuntungan US$520 juta– mencapai 70% dari biaya impor LPG Indonesia US$4,3 miliar per tahun, di mana volume impor LPG 7 juta ton. Namun, proyek ini hanya akan menghasilkan 1 juta ton setara energi LPG,” Ghee menjelaskan.

Selain itu, biaya produksi DME juga cukup tinggi, yakni mencapai US$614-651 per ton, setelah memasukkan komponen biaya batu bara dan non-batu bara dalam produksinya. Angka tersebut lebih tinggi dari harga LPG yang telah disetarakan dengan DME–lantaran DME menghasilkan energi yang lebih rendah dari LPG–yang hanya US$431 per ton.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: