Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS Dorong Evaluasi Regulasi Pangan Demi Stabilitas Harga dan Gizi Masyarakat

CIPS Dorong Evaluasi Regulasi Pangan Demi Stabilitas Harga dan Gizi Masyarakat Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya pemerintah menurunkan angka stunting di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama dari aspek kebijakan perdagangan pangan.

Regulasi yang ada dinilai membatasi akses masyarakat terhadap pangan bergizi dengan harga terjangkau, yang berpotensi menghambat pencapaian target penurunan stunting menjadi 18% pada 2025.

"Alih-alih menjaga stabilitas harga pangan, kebijakan yang diterapkan saat ini justru menciptakan hambatan bagi masyarakat untuk mendapatkan gizi seimbang," ungkap Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta, dalam keterangan resminya, Jumat (21/3/2025).

Baca Juga: Harga Pangan Terkini! Jelang Lebaran Beras dan Minyak Goreng Stabil

Aditya menjelaskan bahwa prevalensi stunting di Indonesia saat ini masih mencapai 21,5% berdasarkan data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Ia menekankan bahwa stunting bukan hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga mengganggu perkembangan kognitif dan produktivitas di masa depan.

Berdasarkan penelitian CIPS, salah satu penyebab tingginya harga pangan adalah kebijakan hambatan non-tarif (NTM) dan pembatasan impor. Akibatnya, harga pangan dalam negeri bisa mencapai 67,2% lebih tinggi dibandingkan harga di pasar internasional. Situasi ini memperburuk fluktuasi harga dan membuat banyak keluarga, terutama yang berpenghasilan rendah, kesulitan memenuhi kebutuhan gizi harian mereka.

Baca Juga: BPOM Gerebek 35 Ribu Produk Pangan Bermasalah, Kerugian Capai Rp16,5 Miliar!

Untuk mengatasi hal ini, CIPS merekomendasikan reformasi kebijakan perdagangan pangan. Pemerintah diminta untuk mengevaluasi regulasi yang membatasi pasokan pangan dan memastikan keterjangkauan harga menjadi prioritas utama.

Selain itu, penerapan Regulatory Impact Assessment (RIA) secara sistematis perlu dilakukan sebelum kebijakan baru diterapkan, guna mengantisipasi dampaknya terhadap akses masyarakat terhadap pangan bergizi.

"Dengan regulasi perdagangan yang lebih fleksibel dan berbasis data, Indonesia dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan bergizi, menekan angka stunting, dan menciptakan generasi yang lebih sehat serta produktif di masa depan," pungkas Aditya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: