
Amerika Serikat (AS) menjadi sorotan menyusul adanya resiko negara tersebut gagal membayar sebagian utangnya yang telah mencapai US$36,6 triliun di Juli - Oktober 2025.
Dilansir dari Reuters, Rabu (26/3), Wakil Presiden Kebijakan Ekonomi Bipartisan Policy Center (BPC), Shai Akabas mengatakan bahwa resiko gagal bayar utang ini muncul akibat belum adanya tindakan untuk menaikkan batas pinjaman negara dari Kongres di AS.
Baca Juga: Grup Chat Elite Trump Tak Sengaja Bocorkan Rencana Serangan Amerika Serikat ke Yaman
Kongres sebelumnya telah berulang kali menunda keputusan kenaikan batas utang hingga menit terakhir. Hal tersebut mengguncang pasar keuangan dan menyebabkan pemangkasan peringkat kredit dari AS.
BPC memperingatkan bahwa harus ada tindakan kongkret sebelum pemerintah kehabisan dana untuk memenuhi kewajibannya di X-Date. Tanggal kritis tersebut akan segera diumuman oleh Kantor Anggaran Kongres (CBO).
"Anggota parlemen tidak bisa menunda keputusan soal batas utang. Menangani batas utang sebelum tenggat waktu harus menjadi prioritas utama," tegas Akabas.
X-Date sendiri sulit ditentukan secara pasti karena bergantung pada beberapa faktor, termasuk aliran penerimaan pajak, kondisi ekonomi hingga dampak tarif impor yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump.
BPC juga mengatakan kecil kemungkinan skenario default terjadi dalam waktu dekat namun hal tersebut bisa berubah jika jika penerimaan pajak lebih rendah dari perkiraan di AS.
Baca Juga: Bersiap Hadapi Perang, Trump Segera Umumkan Tarif Baru untuk Mobil, Aluminium, dan Farmasi
Sebelumnya, Amerika Serikat juga pernah mengguncang dunia melalui hal serupa karena kebuntuan politik terkait batas utang yang hampir menyebabkan negara ini gagal bayar di 2023. Hal tersebut meningkatnya volatilitas dalam pasar keuangan global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement