Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IESR Pertanyakan Kenapa PLTU Baru Masih Diberi Ruang

IESR Pertanyakan Kenapa PLTU Baru Masih Diberi Ruang Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengkritisi kebijakan pemerintah yang masih membuka peluang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia. Sikap ini dinilai bertentangan dengan komitmen moratorium PLTU dan transisi energi bersih yang dicanangkan sebelumnya.

Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR, Pintoko Aji, menilai kebijakan ini sebagai jalan pintas dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional.

“Beberapa aktivis juga mempertanyakan, niat gak sih ini mau moratorium PLTU? Kenapa jalan pintas masih dibuka?” ucapnya dalam temu media di Jakarta, Selasa (25/03/2025).

Baca Juga: RUKN 2060 Terbit! Tapi Masih Ada Celah Pembangunan PLTU Baru

Dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), pemerintah tetap memberi celah pembangunan PLTU dengan syarat tertentu, seperti harus terintegrasi dengan industri berorientasi peningkatan nilai tambah sumber daya alam, termasuk dalam proyek strategis nasional, serta berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

IESR juga menyoroti bahwa sebagian besar PLTU yang diizinkan akan berfungsi sebagai captive power, yakni pembangkit listrik yang digunakan khusus untuk wilayah usaha industri tertentu. Namun, data mengenai captive power ini masih belum jelas dan sulit diawasi dampaknya.

“Gas rumah kaca Indonesia bisa lebih besar karena captive power-nya belum terlaporkan,” tambah Pintoko.

Baca Juga: RUKN 2060 Disahkan! Ini Proyeksi Kebutuhan Listrik Indonesia Hingga 2060!

Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia, Herman Darnel Ibrahim, turut mempertanyakan transparansi data konsumsi listrik industri. Ia mencontohkan di Kendari, di mana kebutuhan listrik industri nikel tiga kali lipat dibanding listrik untuk masyarakat umum.

“Itu juga saya heran. Saya sudah minta data ke berbagai pihak tapi gak dapat. Kemana data captive ini? Buku statistik ESDM selama ini hanya mencatat produksi PLN, sedangkan produksi captive tidak ada, sehingga konsumsi listrik per kapita Indonesia terlihat masih kecil,” paparnya.

Syarat Pembangunan PLTU dalam RUKN 2060

Meski pemerintah telah menerbitkan RUKN hingga 2060, pembangunan PLTU tetap diperbolehkan dengan beberapa ketentuan, yaitu:

  1. PLTU yang sudah tercantum dalam RUPTL sebelum berlakunya Perpres 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.

  2. PLTU baru dengan syarat:

  • Terintegrasi dengan industri strategis yang memiliki dampak ekonomi besar.

  • Berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 35% dalam 10 tahun pertama.

  • Beroperasi maksimal hingga tahun 2050.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: