Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Tarif Dagang AS Bukan Ancaman, tapi Peluang Strategis bagi Ekspor Indonesia

Kebijakan Tarif Dagang AS Bukan Ancaman, tapi Peluang Strategis bagi Ekspor Indonesia Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Bandung -

Penerapan tarif dagang (trade tariffs) oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara produsen besar seperti Tiongkok dan Vietnam membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke pasar Amerika. Dengan tarif impor produk dari Indonesia yang lebih rendah, produk-produk lokal menjadi lebih kompetitif dan menarik bagi konsumen AS.

Hal ini disampaikan oleh Rektor Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI), Prof. Dr. Nyoman Pujawan, M.Eng., CSCP, yang juga merupakan Guru Besar Supply Chain Engineering dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dalam kuliah umum virtual bertajuk “US Trade Tariff and Its Implications on Global Supply Chain” Rabu malam (10/4/2025)

Acara ini diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta yang bergabung melalui Zoom dan YouTube Live, menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap isu perdagangan global yang sedang berkembang.

Kuliah umum ini terselenggara atas kerja sama antara ULBI dan Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi ITS, sebagai bagian dari komitmen kedua institusi untuk memberikan wawasan strategis dan relevan bagi dunia pendidikan dan industri di tengah dinamika global yang semakin kompleks.

Baca Juga: Industri Mobil Kecewa, Tarif Otomotif Amerika Serikat Tetap Dijalankan Trump

Dalam paparannya, Prof. Nyoman menjelaskan bahwa kebijakan tarif ini. Jika benar-benar diberlakukan sesuai dengan angka-angka yang diumumkan pekan lalu, berpotensi mengubah konfigurasi rantai pasok global secara signifikan. Aktivitas produksi global bisa saja bergeser dari negara seperti Tiongkok menuju negara-negara dengan tarif lebih rendah, termasuk Indonesia, terutama dalam industri padat karya seperti garmen.

Amerika Serikat hampir tidak mungkin memproduksi garmen sendiri karena biaya produksinya bisa tiga hingga empat kali lipat dibandingkan jika diproduksi di negara seperti Bangladesh, Tiongkok, Indonesia, atau Vietnam. Oleh karena itu, meskipun volume impornya mungkin menurun akibat harga jual yang meningkat, Amerika tetap harus mengimpor. 

"Nah, di sinilah letak peluang bagi Indonesia. Dengan tarif yang dikenakan terhadap produk-produk Tiongkok yang sangat tinggi, produk garmen dari Indonesia bisa menjadi alternatif yang lebih murah dan menarik bagi pasar Amerika,” kata Prof. Nyoman.

Dia menambahkan bahwa saat ini sangat tergantung pada kesiapan dan kejelian pemerintah serta para pelaku usaha di Indonesia untuk menangkap peluang ini dan menjadikannya momentum peningkatan ekspor serta daya saing industri nasional.

Menanggapi pertanyaan mengenai wacana penghapusan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan penghilangan kuota impor, Prof. Nyoman menyatakan ketidaksetujuannya. 

Baca Juga: Dukung Keputusan Prabowo, Buruh Dorong Penyesuaian Aturan TKDN

"Kebijakan TKDN sangat penting untuk menjaga agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk asing, tetapi juga mampu mengembangkan kapasitas produksi dan inovasi dalam negeri. Tanpa TKDN, kita akan kehilangan insentif untuk membangun kemandirian industri,” tegasnya.

Sementara itu, kuliah umum ini juga diwarnai dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, pelaku industri, hingga pemerhati kebijakan ekonomi turut mengajukan pertanyaan kritis. 

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa diskursus akademik dapat berperan aktif dalam membentuk perspektif strategis terhadap kebijakan internasional, dan mendorong sinergi antara pendidikan tinggi dan dunia usaha dalam menyongsong tantangan dan peluang global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: