Kredit Foto: Pertamina
Proses pencampuran bahan bakar minyak atau blending kembali menjadi sorotan publik setelah munculnya penyidikan kasus dugaan korupsi distribusi BBM periode 2018–2023 oleh Kejaksaan Agung. Namun, sejumlah pihak menegaskan bahwa blending merupakan praktik legal yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, menyatakan bahwa blending adalah kegiatan teknis yang sah dan bertujuan meningkatkan kualitas bahan bakar. Proses ini dilakukan dengan standar mutu tertentu dan izin resmi dari pemerintah.
“Blending itu kegiatan legal. Dilakukan dengan mencampur beberapa jenis bahan bakar berbeda karakteristik demi mendapatkan BBM dengan spesifikasi tertentu,” kata Marwan, Sabtu (12/4/2025).
Baca Juga: Kasus BBM Tercampur Air di Klaten, Pertamina: Sudah Disanksi
Ia merujuk Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), yang menyebutkan bahwa kegiatan pengolahan dilakukan untuk meningkatkan mutu atau menyesuaikan hasil dengan kebutuhan pasar. Aturan teknisnya diatur lebih lanjut melalui PP Nomor 36 Tahun 2004 junto PP 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas.
“Selama memenuhi standar mutu yang ditetapkan, dan dilaporkan serta dilakukan sesuai ketentuan teknis, maka blending adalah bagian dari kegiatan pengolahan yang sah,” tegasnya.
Marwan menekankan pentingnya membedakan antara blending dan oplosan. Blending dilakukan dengan perhitungan teknis dan pengawasan ketat, sementara oplosan dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bertujuan memperoleh keuntungan secara tidak sah.
“Kalau Pertamina atau anak usahanya seperti PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) melakukan blending, itu dilakukan dengan sistematis, ada aditif yang ditambahkan, dan semuanya sesuai SNI,” jelasnya.
Baca Juga: Berbeda dengan Oplosan, Ini Salah Paham tentang Blending dalam Produksi BBM
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga proporsionalitas dalam proses hukum. Menurutnya, penyidikan jangan sampai menyasar pihak yang tidak mengambil keputusan strategis, apalagi yang hanya bertindak sebagai pelaksana teknis di lapangan.
Vendor seperti PT Orbit, ujar Marwan, hanya menjalankan kontrak kerja teknis yang diberikan KPI. “Jangan sampai proses hukum menghambat iklim investasi, karena sektor energi sangat memerlukan kepastian hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar telah menegaskan bahwa penyidikan tidak menyasar praktik blending BBM yang selama ini dilakukan sesuai standar industri. Ia juga membantah isu yang menyebut minyak saat ini adalah hasil oplosan.
“Itu tidak benar. Tidak ada hubungan antara penyidikan ini dengan kegiatan blending yang sah. Apalagi sampai menyebut minyak yang beredar sekarang oplosan, itu keliru,” ujar Harli pada 26 Februari 2025.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement