
Upaya revisi Undang-Undang Statistik yang telah berusia lebih dari dua dekade mulai menunjukkan progres. Sejak 21 April lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI aktif menggelar serangkaian Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk menjaring masukan dari berbagai pihak, mulai dari Badan Informasi Geospasial hingga Kementerian Pertanian (Kementan).
Dalam RDP penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik yang digelar Senin (28/4/2025), pembahasan mengerucut pada pentingnya kecepatan dan ketepatan data, khususnya di sektor pertanian.
Kementan menyoroti bahwa data yang selama ini dikumpulkan setiap sepuluh tahun melalui sensus dinilai terlalu lambat untuk mengikuti dinamika lapangan. Mereka mengusulkan agar survei pertanian dilakukan setiap lima tahun, bahkan mendorong adanya pembaruan data rutin setiap enam bulan.
Baca Juga: Langsung di Bawah Kementan, Penyuluh Pertanian Siap Dukung Percepatan LTT dan Serapan Gabah
Namun, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, mengkritik usulan tersebut. Ia menilai survei dengan siklus lima hingga sepuluh tahun tetap terlalu lambat untuk kebutuhan strategis sektor pertanian.
"Kalau survei tetap lima sampai sepuluh tahun sekali, keburu data kita ketinggalan. Panen saja enam bulan sekali," kritik Bob Hasan menggarisbawahi urgensi mempercepat siklus pengumpulan data.
Menanggapi kritik itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Yudi Sastro, menyatakan komitmen untuk memperbaiki masalah tersebut dengan memanfaatkan teknologi canggih.
Big data, citra satelit, artificial intelligence (AI), hingga sistem pengelolaan pertanian berbasis digital seperti Ciscro dan Simutandi disebut sebagai instrumen penting untuk mendukung akurasi data.
Baca Juga: Presiden Prabowo Tebar Benih Padi Dengan Teknologi Drone Pertanian
Kementan menyebutkan telah memanfaatkan data internal yang diperbarui setiap hari dan setiap bulan melalui sistem asisten berbasis BPS, serta melibatkan sekitar 38 ribu tenaga penyuluh di seluruh Indonesia untuk pengumpulan data lapangan.
"Kolaborasi dengan BPS sudah berjalan baik. Kami ingin memastikan bahwa data yang kami sampaikan ke masyarakat bisa dipercaya dan menjadi dasar kebijakan pemerintah," ujar Yudi.
Ia berharap revisi RUU Statistik ini tidak hanya memperbaiki prosedur pengumpulan data, tetapi juga memperluas cakupan data ke berbagai komoditas pertanian, tidak terbatas pada padi dan jagung seperti selama ini.
“Dengan pembaruan ini, kami berharap Indonesia lebih siap menghadapi tantangan pangan global, dengan data pertanian yang cepat, akurat, dan dapat diandalkan untuk menyusun strategi nasional,” kata Yudi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement