Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

143 Juta Orang Aktif di Medsos, Komdigi: Dunia Digital Tak Selalu Ramah

143 Juta Orang Aktif di Medsos, Komdigi: Dunia Digital Tak Selalu Ramah Kredit Foto: Ida Umy Rasyidah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di era serba digital, hampir tak ada hari tanpa menyentuh ponsel. Membuka WhatsApp, menggulir Instagram, atau menonton video di TikTok telah menjadi rutinitas yang sulit dilepaskan. Fenomena ini mencerminkan betapa internet dan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, baik untuk bekerja, belajar, hingga mengurus rumah tangga.

“Di era perkembangan teknologi, internet dan media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagi perempuan dan anak. Teknologi memudahkan banyak pekerjaan, termasuk urusan rumah tangga,” ujar Kepala Badan Pengembangan SDM Komunikasi dan Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Bonifasius Wahyu Pudjianto, dalam diskusi bertema Strategi Perempuan Indonesia Memanfaatkan Digitalisasi untuk Efisiensi, Rabu (7/5/2025).

Baca Juga: Kemkomdigi dan UNICEF Perkuat Perlindungan Anak Online Lewat Penerapan PP TUNAS

Bonifasius menilai, jika perempuan Indonesia mampu memanfaatkan teknologi dengan tepat, maka peran mereka akan sangat strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital. Namun di balik segala kemudahan yang ditawarkan, ruang digital juga menyimpan ancaman serius—terutama bagi perempuan dan anak-anak.

“Sebagai pengguna internet dan media sosial, kita harus memiliki tanggung jawab. Di balik kemudahan, selalu ada manfaat, tantangan, dan risiko. Perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang cukup rentan,” tegasnya.

Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), dari 212 juta pengguna internet di Indonesia, sekitar 143 juta di antaranya aktif di media sosial. Sayangnya, dunia maya tidak selalu ramah. Komnas Perempuan mencatat 1.791 kasus kekerasan berbasis gender online, sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 431 kasus eksploitasi anak selama 2021–2023.

“Mulai dari kekerasan berbasis gender online, perundungan siber, phishing, penipuan daring, hingga pencurian identitas. Itu baru yang tercatat. Saya khawatir jumlah sebenarnya jauh lebih banyak,” jelas Bonifasius.

Baca Juga: Kartini Ride Jadi Momen Menkomdigi Ajak Perempuan sebagai Garda Terdepan Perlindungan Anak di Dunia Digital

Menurutnya, data tersebut menjadi pengingat bahwa keamanan perempuan dan anak di ruang digital tidak boleh diabaikan. Di sinilah pentingnya literasi digital—agar masyarakat paham cara bersikap, mengenali tanda bahaya, hingga melindungi diri dan keluarga dari ancaman tersembunyi di balik layar.

“Literasi digital itu bukan pilihan, tapi kebutuhan. Dengan memahami etika berinternet dan aturan digital, masyarakat bisa menjadi pengguna yang bijak dan aman,” tegasnya.

Sebagai bentuk konkret, pemerintah melalui Komdigi baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Regulasi ini mengatur penyaringan konten, perlindungan data pribadi, hingga memastikan ruang digital yang lebih aman, khususnya bagi anak-anak dan perempuan.

Diskusi ini juga menyoroti potensi besar perempuan dalam dunia digital. Dengan literasi digital yang baik, perempuan diharapkan mampu mengelola keuangan keluarga, memulai usaha rumahan, hingga membangun komunitas daring yang inspiratif.

“Digitalisasi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Perempuan harus didorong bukan hanya agar terlindungi, tapi juga menjadi pelaku utama dalam ekonomi digital,” tutup Bonifasius.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: