Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Bank Indonesia (BI) menyoroti dampak lanjutan dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, khususnya pemberlakuan tarif resiprokal yang semakin memanas. Ketegangan ini dinilai tak hanya menekan perdagangan global, tetapi juga mengguncang stabilitas keuangan dunia.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, mengatakan bahwa ketegangan antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut membuat pasar menahan diri dan cenderung bersikap menunggu.
"Karena ini kan dua gajah sedang bertarung, semuanya menunggu, kira-kira mereka akan komprominya seperti apa," kata Erwin dalam Taklimat Media di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Baca Juga: PHK Massal Hantam Daya Beli, BI Wanti-wanti Pertumbuhan Ekonomi Melemah
Erwin menambahkan, jika konflik antara AS dan China mulai mereda, negara-negara lain serta investor global akan segera melakukan kalkulasi ulang terhadap risiko ekonomi dan arah kebijakan yang akan diambil.
"Karena kan gak mungkin selamanya wait and see. Ekonomi dunia kan perlu berputar," tuturnya.
Baca Juga: BI Proyeksikan The Fed Tak Pangkas Suku Bunga Acuan, Ini Faktornya
Di sisi lain, BI tetap optimistis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan melambat pada kuartal I-2025 menjadi 4,87 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), BI menilai performa ekonomi nasional masih menjanjikan.
"Dan kalau kita merujuk kepada konferensi pers RDG April, Pak Gubernur menyampaikan, somehow kita below titik tengah 4,7 sampai 5,5, artinya kan pertumbuhan kita masih cukup promising dibandingkan negara-negara lain," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement