Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Alih Impor BBM dari Singapura Bisa Timbulkan Masalah Baru, Pemerintah Harus Lakukan ini

Pengamat: Alih Impor BBM dari Singapura Bisa Timbulkan Masalah Baru, Pemerintah Harus Lakukan ini Kredit Foto: Pertamina
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas Fahmy Radhi menyoroti rencana Pemerintah untuk merealokasikan impor BBM dari Singapura ke Amerika Serikat. Menurut Dia hal ini bisa menimbulkan masalah baru bagi RI.

"Impor Minyak Mentah dari USA belum tentu sesuai dengan kilang minyak Pertamina untuk menghasilkan BBM. USA belum tentu mampu menyediakan impor Pertalite, yang harus blending, karena tidak dijual di USA," ucapnya kepada Warta Ekonomi, Senin (12/05/2025).

Lanjutnya, harga impor minyak mentah mestinya lebih mahal ketimbang harga minyak di Singapore karena biaya logistik lebih mahal. Mafia migas yang selama ini memburu rente impor BBM dari Singapuranpun ditengarai akan melakukan upaya penghalangan pengalihan impor dari Singapore ke USA.

Baca Juga: Bakal Impor BBM dari Amerika Hingga Timur Tengah, Bahlil Tugaskan Pertamina Bangun Dermaga

"Kalau Bahlil memaksakan untuk tetap mengalihkan impor minyak dari Singapore ke USA, Pemerintah harus memastikan bahwa spesifikasi Minyak Mentah sesuai dengan kilang Pertamina dan USA bisa melakukan blending untuk menghasilkan Pertalite. Harga impor USA minimal harus sama dengan harga impor dari Singapore," tambahnya.

Tanpa berbagai upaya tersebut, kebijakan alih impor minyak akan menimbulkan masalah baru. Mestinya, kebijakan Pemerintah seharusnya mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah baru.

Asal tahu saja, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Pemerintah akan mengalihkan impor BBM dari Singapura dan AS digadang menjadi kandidat terkuatnya.

Baca Juga: Alihkan Impor BBM dari Singapura, Bahlil: Bukan Soal Harga

Alasannya adalah ini sebagai bagian dari negosiasi Indonesia dengan AS untuk menekan deficit neraca perdagangan AS, sehingga tarif ekspor Indonesia yang ditetapkan 32% dapat diturunkan. 

Indonesia dalam hal ini mengusulkan peningkatan impor energi dari AS hingga senilai USD10 miliar, termasuk pembelian Minyak Mentah, BBM, dan gas petroleum cair (LPG).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: