Kredit Foto: Istimewa
“Salah satunya adalah dengan mengedepankan pemahaman mengenai UNCLOS dan kepentingan-kepentingan bersama, bukan hanya dalam konteks kawasan, tetapi juga kepentingan internasional,” ujarnya.
Baca Juga: China Tegaskan Robot Tidak Akan Gantikan Pekerja Manusia, Ini Buktinya
Salim juga menekankan pentingnya penyelesaian dokumen kode perilaku (Code of Conduct) di LCS dan pembuatan aturan pencegahan tabrakan di laut di kawasan Indo-Pasifik (Indo-Pacific Prevention Collision at Sea atau IPCS).
Baginya, kesatuan ASEAN merupakan salah satu kunci dalam menemukan solusi bagi tantangan yang sedang dihadapi kawasan Asia Tenggara. “ASEAN harus memperkuat kekuatan tawar (bargaining power) dalam berhadapan baik dengan China maupun Amerika Serikat, serta mengadopsi diplomasi aktif berdasarkan hukum internasional,” tuturnya.
Salim juga beranggapan bahwa negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kemampuan maritimnya melalui berbagai kerja sama regional. Pada saat yang sama, ia juga mengimbau agar China mempromosikan resolusi sengketa berdasarkan kerja sama yang bersifat menang-menang (win-win), menghormati hukum internasional, meningkatkan transparansi aktivitasnya di LCS, dan mengurangi tindakan militer yang provokatif yang berpotensi memunculkan ketegangan.
Di sisi lain, Diplomat Madya Direktorat Asia Timur Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Dino R Kusnadi, menyampaikan bahwa dalam konteks hubungan Indonesia-China, diplomasi menjadi salah satu ujung tombak dalam membangun jembatan agar dapat terjadi proses peredaan bila terjadi ketegangan.
Baca Juga: Imbas Perang Tarif, Pabrikan China dan Eropa Mau Berinvestasi ke Indonesia, Berapa Nilainya?
Dino juga menjelaskan bahwa China telah menjadi salah satu sahabat Indonesia sekaligus sumber investasi teratas bagi Indonesia. Namun, menurut beliau, ini bukan berarti Indonesia telah condong atau tergantung pada China.
Menurutnya, tingginya kerja sama ekonomi antara Indonesia dan China adalah fenomena saat ini saja, karena China menjadi salah satu negara yang dapat memberikan apa yang Indonesia butuhkan.
Dalam pandangan Dino, isu yang berlangsung di kawasan maritim Asia Tenggara perlu diselesaikan dengan cara ASEAN. “Ini karena ASEAN menginginkan untuk menunjukkan ASEAN sebagai sentralitas, karena kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan di mana ASEAN berada,” tuturnya.
Menurut Dino, penyelesaian berbagai isu yang ada diharapkan dapat dilakukan sesuai mekanisme ASEAN. Bagi Dino, mekanisme yang berpusat pada sentralitas ASEAN itu harus dilandaskan pada Treaty of Amity and Cooperation (Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama), Deklarasi Code of Conducy (COC atau kode etik perilaku) di LCS, dan penyelesaian COC itu sendiri.
Pada forum keamanan maritim di Manila pada 25 April 2025, Menteri Luar Negeri Filipina telah menyatakan bahwa ASEAN dan Tiongkok “berkomitmen secara politik” menuntaskan COC yang mengikat secara hukum paling lambat 2026.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri
Advertisement