Dolar Melemah Lawan Euro, Pasar Tunggu Arah Suku Bunga dan Kebijakan Fiskal AS
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Dolar Amerika Serikat (AS) melemah ke level terendah dalam beberapa tahun terhadap euro, meski menguat tipis terhadap yen dari Jepang di Rabu (25/6). Hal ini seiring para pelaku pasar menilai arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Dilansir dari Reuters, Kamis (26/6), Euro naik 0,43% menjadi US$1,1658. Sementara dolar naik 0,18% terhadap yen ke ¥145,17.
Baca Juga: Tergantung Tarif Trump, Pejabat The Fed Isyaratkan Pemangkasan Suku Bunga AS
Sebelumnya, dolar sempat menguat akibat kekhawatiran meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Namun dengan cepat berbalik melemah pada pekan ini menyusul gencatan senjata dari Israel-Iran.
Kepala Riset Valas G10 Global dan Strategi Makro Amerika Utara Standard Chartered Bank, Steve Englander menyebut bahwa pasar saat ini sedang menunggu tema berikutnya sembari optimistis soal pemangkasan suku bunga dari The Fed.
Ketua The Fed Jerome Powell baru-baru ini menegaskan kembali bahwa bank sentral masih akan mempertahankan suku bunga acuan, sambil mengamati dampak tarif perdagangan yang diberlakukan pemerintahan dari Donald Trump.
Powell menyatakan, jika tidak ada tekanan dari tarif, kemungkinan besar pihaknya akan melanjutkan penurunan suku bunga. Komentar ini dinilai lebih dovish dibandingkan pernyataannya dalam konferensi pers usai rapat kebijakan minggu lalu, yang memicu ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga.
Ekspektasi tersebut semakin diperkuat oleh pernyataan dua pejabat The Fed, Michelle Bowman dan Christopher Waller. Keduanya mendukung pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Menurut data pasar, pelaku pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 62 basis poin hingga akhir tahun, dengan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada September.
Di sisi lain, perhatian investor juga tertuju pada proses negosiasi perdagangan menjelang batas waktu 9 Juli yang ditetapkan untuk mencapai kesepakatan yang bisa mencegah tarif balasan dari mitra dagang.
Englander memperkirakan bahwa batas waktu tersebut kemungkinan akan diperpanjang guna menghindari gejolak pasar, apalagi pemerintah juga tengah membahas aturan pajak dan anggaran yang dijadwalkan rampung dalam waktu bersamaan.
Baca Juga: Yakin Hancur Total, Donald Trump Bantah Laporan Anak Buahnya Sendiri Terkait Nuklir Iran
"Perpanjangan jeda tarif kemungkinan akan berdampak positif bagi risiko pasar, namun cenderung negatif bagi dolar," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement