Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Selasa (1/7/2025), terdorong oleh sentimen eksternal dari pelemahan indeks dolar AS dan rilis data surplus neraca dagang dalam negeri.
Rupiah ditutup naik 38 poin ke level Rp16.188 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.238. Mata uang Garuda sempat menguat hingga 70 poin pada sesi perdagangan siang, namun penguatan terkoreksi menjelang penutupan pasar.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa penguatan rupiah hari ini ditopang kombinasi sentimen global dan domestik.
Baca Juga: Rupiah Melemah di Tengah Ketidakpastian Global
"Indeks dolar AS melemah karena pasar menanggapi dengan hati-hati RUU fiskal besar yang diajukan oleh Trump. RUU ini berpotensi meningkatkan defisit fiskal AS hingga USD3,8 triliun, yang memicu kekhawatiran inflasi jangka panjang," ujar Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).
RUU kontroversial yang dijuluki One Big Beautiful Bill itu mengusulkan pemotongan pajak besar-besaran dan pendanaan melalui pengurangan anggaran Medicaid serta energi hijau. Setelah lolos secara prosedural di Senat AS, RUU ini menimbulkan gejolak pasar karena dinilai melemahkan disiplin fiskal.
"Investor khawatir, jika defisit membengkak tanpa kontrol fiskal yang ketat, maka tekanan inflasi bisa muncul kembali dan memperlambat langkah The Fed dalam memangkas suku bunga," terang Ibrahim.
Ketidakpastian pasar juga dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengecam Jepang terkait kebijakan impornya. Trump membuka kemungkinan membatalkan pembicaraan dagang, sementara Menteri Keuangan AS memperingatkan Jepang dan India bisa dikenakan tarif tambahan lebih dari 20%.
Pasar global kini menanti pidato Ketua The Fed Jerome Powell dalam acara yang digelar oleh Bank Sentral Eropa (ECB). Pelaku pasar berharap adanya sinyal dovish mengenai arah kebijakan suku bunga acuan AS.
"Jika Powell memberi sinyal dovish, tekanan terhadap dolar bisa berlanjut," imbuh Ibrahim.
Baca Juga: Rupiah Menguat Tipis di Tengah Tekanan Eksternal dan Polemik Data Kemiskinan
Dari dalam negeri, penguatan rupiah diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD4,3 miliar pada Mei 2025. Surplus tersebut menjadi rekor ke-61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Komoditas nonmigas seperti lemak dan minyak nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja menjadi penyumbang utama surplus.
Namun demikian, tantangan ekonomi masih membayangi dari sisi sektor riil. Indeks PMI Manufaktur Indonesia versi S&P Global turun ke level 46,9 pada Juni 2025, menandai kontraksi dan menjadi level terendah kedua sejak Agustus 2021.
"Kontraksi ini disebabkan oleh penurunan output, aktivitas pembelian, dan ketenagakerjaan akibat melemahnya permintaan domestik dan global," jelas Ibrahim.
Untuk perdagangan Rabu (2/7/2025), rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan menguat terbatas di kisaran Rp16.130 hingga Rp16.190 per dolar AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement