Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Melemah di Tengah Ketidakpastian Global

Rupiah Melemah di Tengah Ketidakpastian Global Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan ini, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global dan prospek kenaikan inflasi domestik. 

Rupiah turun 44 poin ke level Rp16.238 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah hingga 50 poin. Namun untuk perdagangan Senin pekan depan, rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif dengan potensi penguatan di kisaran Rp16.170–Rp16.240.

Menurut pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pelemahan rupiah terjadi di tengah dinamika global yang terus bergerak cepat.

Baca Juga: Konflik AS-Iran Guncang Minyak dan Rupiah, Indonesia Jangan Cuma Jadi Penonton!

Ibrahim menjelaskan, kondisi tersebut terjadi setelah Gedung Putih mengumumkan bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok telah secara resmi menandatangani perjanjian dagang, menandai berakhirnya “perang dagang” yang telah membayangi pasar dalam beberapa tahun terakhir.

"Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, bahkan menyatakan kesepakatan tambahan akan segera dicapai sebelum batas waktu 9 Juli mendatang," kata Ibrahim dalam pernyataan resminya, Senin (30/6/2025).

Sementara itu, perjanjian dagang AS–Inggris juga resmi berlaku mulai Senin depan, yang akan memangkas tarif mobil hingga 10% dan menghapus bea suku cadang pesawat.

Meski demikian, ancaman penerapan kembali tarif terhadap mitra dagang lain, termasuk bea impor baja dan aluminium, tetap menjadi perhatian pasar.

Dari sisi geopolitik, tanda-tanda deeskalasi mulai terlihat. Iran menunjukkan sikap lebih terbuka untuk diplomasi nuklir dengan wacana pembentukan konsorsium regional, sedangkan konflik Israel–Gaza diperkirakan akan mereda dalam dua pekan ke depan menurut laporan Al Arabiya. 

"Kondisi ini menambah sentimen positif global, meskipun investor tetap mencermati data ketenagakerjaan AS yang dijadwalkan rilis minggu ini," ujarnya.

Secara domestik, Indonesia menghadapi tekanan inflasi baru. ING Bank N.V. memperkirakan inflasi Juni 2025 akan meningkat ke kisaran 2,2% YoY, didorong oleh kenaikan harga energi global, khususnya minyak. 

Hal ini, diperkirakan akan mengerek kembali kontribusi sektor transportasi terhadap inflasi inti, yang sebelumnya mendekati nol dalam dua bulan terakhir.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat inflasi pada Mei 2025 hanya sebesar 1,6% YoY, turun dari April (1,95%) dan jauh lebih rendah dibanding Mei 2024 (2,84%). Namun, tekanan mulai tampak dari beberapa komoditas utama.

Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan kenaikan 9,24% dan andil 0,59%. Komoditas emas menyumbang inflasi tertinggi secara tunggal sebesar 0,47%, diikuti oleh air minum PAM (0,14%), serta ikan segar, kopi bubuk, dan minyak goreng yang masing-masing berkontribusi sekitar 0,11–0,12%.

Ibrahim menilai kombinasi faktor global baik dari sisi perdagangan maupun geopolitik masih akan menjadi penentu utama pergerakan rupiah dalam jangka pendek. Di sisi lain, inflasi domestik yang mulai menunjukkan kenaikan perlu dicermati Bank Indonesia dalam menentukan kebijakan suku bunga ke depan.

Baca Juga: Konflik Iran-Israel Picu Harga Minyak Dunia Naik 7%, Rupiah turut Melemah

“Rupiah memang tertekan oleh sentimen eksternal, tapi potensi penguatan tetap terbuka, terutama jika ada kepastian dari sisi inflasi yang terkendali dan stabilitas geopolitik membaik,” ucapnya.

Ibrahim menyebut bahwa pasar akan mencermati dengan saksama rilis data tenaga kerja AS serta arah kebijakan suku bunga The Fed menyusul inflasi PCE inti bulan Mei yang naik 2,7% YoY, di atas ekspektasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Djati Waluyo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: