Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

UU PDP Tak Cukup, BI Wanti-Wanti Ancaman Serangan Siber Digital

UU PDP Tak Cukup, BI Wanti-Wanti Ancaman Serangan Siber Digital Kredit Foto: Uswah Hasanah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menekankan bahwa kesiapan menghadapi serangan siber dalam ekosistem ekonomi digital tidak cukup hanya mengandalkan teknologi. 

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Elyana K. Widyasari, menyatakan bahwa proses operasional dan disiplin sumber daya manusia (SDM) menjadi elemen krusial dalam membangun ketahanan siber nasional.

“Transaksi kini terjadi dalam hitungan detik, lintas wilayah, dan tanpa jeda. Maka serangan pun bisa datang dengan kecepatan yang sama. Teknologi boleh canggih, tapi kalau proses operasional longgar dan SDM belum disiplin, serangan bisa sukses,” kata Elyana dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Baca Juga: Transaksi FESyar Capai Rp12,43 Miliar, BI Pacu Ekonomi Syariah Jadi Motor Nasional

Bank sentral, menurut Elyana, terus menjalin sinergi dengan pelaku industri, asosiasi sistem pembayaran, serta kementerian dan lembaga terkait guna memperkuat pengelolaan risiko dalam sistem pembayaran nasional. Tujuannya adalah menjaga stabilitas, integritas, dan perlindungan konsumen di tengah percepatan digitalisasi.

Ia menegaskan, penerapan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) di sektor sistem pembayaran juga memerlukan harmonisasi lintas institusi, tidak dapat dijalankan secara terpisah.

“Kami di Bank Indonesia bekerja sama dengan asosiasi, pelaku industri, dan regulator lain agar implementasi berjalan bertahap dan harmonis. Tapi perlu partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk masyarakat,” ujarnya.

Elyana menyebut edukasi dan literasi digital harus menjadi gerakan nasional. Menurutnya, keberhasilan perlindungan data digital tidak hanya ditentukan oleh regulasi, tetapi juga kesadaran kolektif pengguna sistem.

Dalam kerangka manajemen risiko, BI mengadopsi pendekatan “People, Process, and Technology” sebagai strategi utama. Elyana menjelaskan, meski teknologi pertahanan digital terus berkembang, keberhasilan serangan siber sering kali berakar dari kelalaian manusia seperti pembocoran kata sandi, phishing, hingga social engineering.

“Tantangan terbesar memang ada di aspek people. Sistem bisa kita perkuat, regulasi bisa kita buat. Tapi kalau penggunanya tidak sadar risiko, maka celah tetap terbuka. Di sinilah pentingnya edukasi literasi digital,” tegas Elyana.

Baca Juga: Bos BI Lantik Dua Pimpinan Baru

Bank Indonesia, lanjut Elyana, aktif menggalakkan kampanye literasi keamanan digital bersama pelaku industri melalui berbagai media digital dan komunitas. Ia juga menyebut peran influencer dan komunitas anak muda sebagai penghubung pesan keamanan digital agar lebih mudah diterima publik.

Elyana menutup dengan menekankan bahwa Indonesia tidak sedang menunggu serangan siber untuk bertindak, melainkan sedang membangun kesiapan kolektif agar sistem nasional dapat bertahan menghadapi risiko siber di masa depan.

“Kita tidak berharap diserang. Tapi kalau serangan itu datang, sistem kita harus mampu menahan dampaknya. Itu sebabnya inovasi harus jalan, manajemen risiko harus diperkuat, dan literasi publik harus ditingkatkan,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: