
Pemerintah menetapkan badan usaha berbasis masyarakat seperti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin mengelola sumur minyak rakyat harus memiliki modal minimum sebesar Rp5 miliar. Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 yang mengatur kerja sama pengelolaan sumur rakyat dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
“Kalau kriteria kegiatan usahanya UMKM, berarti permodalannya itu sekitar Rp5 miliar. Kalau skala menengah bisa sampai Rp10 miliar,” ujar Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Yuliot mengatakan, regulasi ini diterbitkan sebagai langkah legalisasi terhadap aktivitas pengeboran minyak oleh masyarakat yang selama ini berlangsung tanpa izin.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Inventarisasi Sumur Minyak Ilegal Rampung Juli 2025
Pemerintah menargetkan bisa menyerap produksi 10.000–15.000 barel per hari dari sumur-sumur rakyat yang tersebar di 10 wilayah prioritas, yaitu Sumatera Selatan, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Yuliot menjelaskan bahwa sumur-sumur rakyat yang saat ini tidak memiliki dasar hukum akan diarahkan untuk dikelola oleh badan usaha masyarakat, seperti koperasi, UMKM, atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Pada saat mereka (masyarakat) mengambil minyak bumi atau crude ini, tidak ada dasar hukumnya. Jadi, dengan adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 ini, kita akan memberikan perizinan berusaha kepada perusahaan-perusahaan UMKM yang ada di daerah, masyarakat-masyarakat tersebut yang kita bentuk wadahnya apakah dalam bentuk koperasi, badan usaha UMKM, ataupun kita juga mendorong BUMD,” ujarnya.
Dia melanjutkan, saat ini, pemerintah tengah menginventarisasi seluruh sumur masyarakat, yang ditargetkan rampung pada akhir Juli 2025. Setelah itu, perusahaan KKKS akan memfasilitasi proses legalisasi dan pengelolaan sumur melalui kemitraan dengan UMKM, koperasi, atau BUMD, yang akan diusulkan oleh bupati/walikota dan mendapat rekomendasi gubernur.
Pemerintah juga akan membentuk tim lintas kementerian, termasuk Kementerian Koperasi dan UMKM, serta Kementerian Dalam Negeri, untuk mendampingi proses pembinaan kepada badan usaha pengelola sumur.
Lebih lanjut, Yuliot mengungkapkan bahwa perusahaan K3S akan membeli minyak dari masyarakat dengan harga sebesar 80% dari acuan harga minyak mentah Indonesia ICP (Indonesian Crude Price), sementara 20% sisanya dialokasikan untuk biaya pengolahan dan margin perusahaan KKKS.
Baca Juga: Pemerintah ‘Sulap’ Minyak Ilegal Jadi Lifting Nasional Lewat Skema Sumur Rakyat
Penataan ini juga akan menekan risiko kecelakaan, konflik sosial, dan pencemaran lingkungan akibat pengelolaan sumur yang selama ini tidak memenuhi standar teknis maupun keselamatan kerja.
“karena tidak ada pembinaan secara khusus dan juga teknologi yang digunakan dengan apa adanya pengolahan lingkungan itu juga tidak begitu baik jadi kalau kita lihat itu dari kasus-kasus yang terjadi adalah seringnya terjadi kecelakaan dan korban jiwa. Kemudian pencemaran dan kerusakan lingkungan minyak ini tidak sesuai dengan standar pada saat ini dijual kepada masyarakat atau dijual kepada pihak lain itu,” ucapnya.
Baca Juga: Menteri ESDM Bahlil Tegaskan Izin Sumur Minyak Rakyat Hanya yang Sudah Telanjur Dibor
Sebagai informasi, sejak 2008, tercatat sudah ada 1.400 sumur tua yang dikelola dengan skema kerjasama dan memproduksi sekitar 1.600 barel per hari. Lokasinya tersebar di Jawa Tengah (Blora), Jawa Timur (Bojonegoro dan Tuban), Sumatera Selatan (Pali, Muara Enim, Muba), dan Jambi (Batanghari).
Dengan regulasi baru ini, pemerintah berharap lifting nasional bisa naik hingga 1 juta barel per hari pada 2030. Saat ini, lifting minyak nasional masih berkisar antara 580.000 hingga 600.000 BPH, sehingga dibutuhkan tambahan sekitar 400.000 BPH dalam lima tahun ke depan.
Baca Juga: Penggunaan B40 pada Sektor Non-Otomotif Jadi Tonggak Strategis Transisi Energi Nasional
Baca Juga: Mengoptimalisasi Pengunaan Palm Acid Oil sebagai Bahan Baku Biodiesel untuk Industri Sawit
”Kita mentargetkan pada tahun 2029-2030 tingkat produksi minyak bumi dalam negeri itu diharapkan lebih dari 1 juta barel jadi kalau ini 1 juta barel dari kondisi yang ada sekitar 580-600 ribu berarti kita harus meningkatkan sekitar 400 ribu barel per hari," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement