Perjalanan Gudang Garam dari Pabrik Kecil di Kediri hingga Sukses jadi Merek Besar di Indonesia
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Gudang Garam menjadi salah satu produsen rokok paling terkenal di Indonesia. Di baliknya, ada sosok-sosok visioner dari keluarga Wonowidjojo yang berhasil membawa perusahaan ini dari industri rumahan menjadi raksasa bisnis.
Kisah Gudang Garam dimulai dari tangan dingin Surya Wonowidjojo, yang lahir dengan nama Tjoa Ing-Hwie. Ia merintis jalan dari nol setelah berpisah jalan dengan pamannya di pabrik rokok NV Tjap 93.
Dengan tekad kuat, Surya Wonowidjojo membeli lahan kecil di Kediri dan memulai produksi rokok bermerek "Inghwe". Berkat strategi distribusi yang jitu dan loyalitas pegawai yang ikut bersamanya, usaha ini berkembang pesat.
Pada 26 Juni 1958, secara resmi berdirilah Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Nama itu terinspirasi dari mimpinya melihat gudang garam dekat rel kereta. Produk pertama yang dirilis adalah "Gudang Garam Kuning", yang kemudian menjadi ikon industri kretek nasional.
Gudang Garam tumbuh pesat. Pada akhir tahun 1958, perusahaan ini memiliki 500 karyawan dan memproduksi lebih dari 50 juta batang rokok kretek setiap bulannya.
Sejak dekade 1960-an, Gudang Garam menjelma menjadi produsen rokok kretek terkemuka di Indonesia. Hanya delapan tahun setelah beroperasi, yaitu pada tahun 1966, Gudang Garam telah menjadi pabrik kretek terbesar di Indonesia dengan produksi tahunan mencapai 472 juta batang.
Dukungan permodalan dari BNI dan inovasi produk seperti peluncuran Gudang Garam International (1979), memperkuat posisi mereka di pasar domestik dan internasional.
Baca Juga: Gudang Garam (GGRM) Tambah Modal Rp1,5 Triliun ke Anak Usaha, Dananya untuk Proyek Ini
Setelah wafatnya Surya Wonowidjojo pada 1985, estafet kepemimpinan perusahaan dilanjutkan oleh anak-anaknya, termasuk Susilo Wonowidjojo, yang menjadi tokoh kunci dalam transformasi perusahaan.
Lahir pada 18 November 1956 dan memiliki nama asli Cai Daoping, Susilo adalah generasi kedua dari dinasti bisnis Gudang Garam. Ia mulai memimpin perusahaan pada tahun 2000, menggantikan kakaknya, Rahman Halim. Di bawah kepemimpinannya, Gudang Garam mengalami banyak gebrakan baik dari sisi produksi, diversifikasi bisnis, hingga ekspansi ke sektor infrastruktur dan transportasi.
Salah satu inovasi penting adalah peluncuran rokok kretek mild pada tahun 2002 yang diproduksi di Gempol, Pasuruan. Langkah ini menjawab tren pasar dan menjaga relevansi Gudang Garam di tengah selera konsumen yang terus berubah.
Tak hanya fokus pada rokok, Susilo mengorkestrasi diversifikasi bisnis lewat sejumlah anak perusahaan. Misalnya:
- PT Surya Pamenang (industri kertas)
- PT Surya Air (layanan sewa helikopter)
- PT Surya Graha Media (industri hiburan dan konser)
- PT Surya Madistrindo (distribusi rokok)
- PT Surya Dhoho Investama (bandara Kediri)
- PT Surya Kerta Agung (pembangunan jalan tol Kediri–Tulungagung)
Baca Juga: Laba Anjlok 81%, Gudang Garam Guncang Pasar Saham
Melalui PT Surya Dhoho, Gudang Garam juga membangun dan mengoperasikan Bandara Internasional Dhoho di Kediri, proyek transformasi korporasi dari industri tembakau ke sektor transportasi dan logistik.
Meskipun memiliki pengalaman panjang, Gudang Garam juga menghadapi tantangan di era industri saat ini. Dengan masalah yang ada, Perusahaan sampai tidak lagi membeli tembakau dari Temanggung pada 2024 dan 2025.
Forbes mencatat kekayaan keluarga Susilo Wonowidjojo mencapai $2,9 miliar pada 2024. Jumlah tersebut menjadikannya konsisten masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia sejak 2009.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement