
Ditreskrimum Polda Kepri berhasil membongkar praktik mafia tanah dengan cara memalsukan sertifikat dan dokumen. Sebanyak 7 orang tersangka ditangkap, lantaran terlibat praktik ilegal dengan kerugian Rp16,8 miliar.
Kapolda Kepri Irjend Pol Asep Safrudin mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan sejak setelah ada laporan dari BPN Kanwil Kepri yang menduga ada beredar serifikat tanah disinyalir palsu di Tanjungpinang, Bintan dan Batam, Kepri.
"Dokumem atau sertifikat itu telah dijual belikan oleh pelaku. Total kerugian sekitar Rp16,8 miliar. Tersangka memperdaya korban membeli lahan kemudian diupayakan untuk didaftarkan menjadi sartifikat elektronik. Ada sebayak 44 keping sertifikat palsu telah disita," katanya, Kamis (3/7/25).
Asep menegaskan, tersangka yang berhasil diamankan S, LL AY, ZA, ES, RAZ dan ML di sejumlah lolasi berbeda. Untuk praktik ini telah berjalan sejak 2023, dengan lokasi di Batam dan Tanjungpinang, Bintan, ada pembayaran WTO sesuai lokasi untuk menentukan besaran nominal yang sesuai luas lahan.
"Para tersangka memiliki peran berbeda melakukan pemalsuan sertifikat, ada yang mencari calon pembeli dan ada yang melakukan pengurusan dari manual ke elekteonik. Tersangka yang mengatur adalah RAZ asal Jakarta," ujarnya.
Dirreskrimum Polda Kepri KBP Ade M menjelaskan, kasus ini terungkap dari laporan korban di Tanjungpinang, modus para tersangka dengan memalsukan dokumen untuk diperjual belikan, yang kemudian diregistrasi untuk menjadi berkas elektronik.
"Personil berhasil menyita barang bukti hasil kejahatan itu, berupa 15 unit mobil, 3 speed boat, 3 unit rumah dan puluhan lembar sertifikat yang dicetak secara mandiri menggunakan perangkat elektronik," jelasnya.
Aksinya, kata Ade, sudah berlangsung tiga tahun sejak 2023, di Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, dan Kota Batam. Tarifnya sekitar Rp30 juta per bidang tanah. Termasuk upaya pemalsuan surat tanah Pulau eksotis di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Baca Juga: Tarif Listrik di Batam Naik Mulai 1 Juli 2025, Tapi Khusus Golongan Ini
Tersangka ES, disebut menugaskan MR dan ZA berpura-pura sebagai petugas juru ukur dari Kanwil ATR/BPN Kepri. Tersangka memperdaya korban calon pembeli, dengan pengukuran lahan secara berkala.
“Keduanya menggunakan atribut resmi dan peralatan yang menyerupai standar petugas pemerintah, termasuk aplikasi pengukuran dan name tag berlogo ATR/BPN,” jelasnya.
Sindikat ini juga melibatkan LL, yang mempromosikan jasa pemalsuan sertifikat melalui media sosial, serta KS, wartawan yang juga Ketua LSM LKPK Kepri. Keduanya berperan mencari dan meyakinkan calon korban.
“Untuk tersangka LL mendapatkan keuntungan Rp200 ribu hingga 300 ribu per sekali turun ke lokasi untuk meyakinkan calon korban,” terangnya.
Di wilayah Batam, peran perantara dipegang oleh AY, yang diketahui memperoleh keuntungan hingga Rp800 juta dari jasanya. Dari hasil penyelidikan, polisi mengidentifikasi 247 korban, baik perorangan maupun badan hukum. Mereka tersebar di Kota Batam 6 orang, Kota Tanjungpinang 23 orang, dan Kabupaten Bintan 218 orang.
Atas perbuatannya para tersangka akan dijerat pasal berlapis yakni 372, 378 dan 263 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Romus Panca
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement