- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Bursa Asia Melemah, Investor Dibuat Bimbang Ketidakjelasan Tarif Trump
Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Mayoritas Bursa Asia mengalami koreksi yang signifikan dalam perdagangan di Senin (7/7). Pasar saham dibuat bingung dengan kabar penundaan penerapan hingga ancaman tarif tambahan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Dilansir dari CNBC International, Selasa (8/7), berikut ini adalah catatan pergerakan sejumlah indeks utama dari Bursa Asia:
- Hang Seng (Hong Kong): Turun 0,12% ke 23.887,83.
- CSI 300 (China): Turun 0,43% ke 3.965,17.
- Shanghai Composite (China): Naik 0,02% ke 3.473,13.
- Nikkei 225 (Jepang): Turun 0,56% ke 39.587,68.
- Topix (Jepang): Turun 0,57% ke 2.811,72.
- Kospi (Korea Selatan): Naik 0,17% ke 3.059,47.
- Kosdaq (Korea Selatan): Naik 0,34% ke 778,46.
Trump mengkonfirmasi bahwa tarif timbal balik yang pertama kali diumumkannya akan berlaku pada 1 Agustus 2025. Namun hal tersebut hanya akan berlaku untuk negara-negara yang belum mencapai kesepakatan dagang serta datang dengan ancaman tarif lebih tinggi untuk mitra dagang dari AS.
Trump juga mengklaim bahwa dirinya hampir menyelesaikan beberapa perjanjian dagang dan akan segera mengumumkan hal tersebut dalam dua hari kedepan alias jelang tenggat awal di 9 Juli 2025.
Di sisi lain, ia juga menyoroti BRICS. Trump mengumumkan bahwa tarif tambahan sebesar sepuluh persen akan dikenakan kepada negara-negara yang berpihak pada kebijakan "Anti-Amerika" di BRICS. Namun ia tak merinci kebijakan seperti apa yang dimaksudnya.
BRICS sendiri menyoroti kebijakan tarif perdagangan dengan memberikan peringatan terhadap tindakan proteksionis sepihak yang tidak dapat dibenarkan, termasuk peningkatan tarif timbal balik yang tidak pandang bulu tanpa menyebut pihak dari AS.
Baca Juga: Net Sell Asing Tembus Rp593,09 Miliar, Saham Bank Pelat Merah Paling Banyak Dibuang
Kelompoka tersebut menyuarakan kekhawatiran serius mengenai munculnya tarif sepihak (unilateral) dan tindakan non-tarif yang mendistorsi perdagangan dan tidak konsisten dengan peraturan dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement