Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kerugian Akibat Bencana Capai Rp1.699 Triliun, Indonesia Re Getol Dorong Asuransi Parametrik

Kerugian Akibat Bencana Capai Rp1.699 Triliun, Indonesia Re Getol Dorong Asuransi Parametrik Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) menekankan pentingnya penerapan skema asuransi parametrik sebagai pendekatan inovatif dalam memperkuat perlindungan risiko bencana, terutama di tengah meningkatnya anomali cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia.

Direktur Teknik dan Operasi Indonesia Re, Delil Khairat, menyatakan perubahan iklim telah memaksa industri asuransi untuk tidak hanya mengandalkan mitigasi teknis, tetapi juga menciptakan skema perlindungan keuangan yang tangguh dan responsif.

“Perubahan iklim telah memaksa kita untuk berpikir ulang soal pendekatan perlindungan risiko. Tidak cukup hanya menyiapkan mitigasi teknis, tapi juga perlu memastikan ada dukungan finansial yang tangguh saat bencana benar-benar terjadi,” ujar Delil dalam keterangannya, Jumat (11/7/2025).

Baca Juga: APBN Siap Biayai Premi? Asuransi Parametrik Tunggu Keputusan Pemerintah

Delil menambahkan asuransi parametrik menjadi alternatif relevan karena memungkinkan pembayaran klaim secara otomatis berdasarkan parameter objektif, seperti curah hujan ekstrem atau tinggi genangan banjir, tanpa menunggu proses verifikasi kerusakan secara fisik.

Selama sepekan terakhir, curah hujan tinggi melanda wilayah Jabodetabek, Sumatera, dan Papua Barat, meskipun masih dalam periode musim kemarau. Fenomena ini memperkuat urgensi pemanfaatan asuransi parametrik, khususnya di daerah rawan bencana.

Model asuransi ini mulai diadopsi oleh pelaku reasuransi nasional untuk memperluas cakupan proteksi dan mempercepat proses penanganan pascabencana.

Baca Juga: Indonesia Re Matangkan Skema Asuransi Parametrik Bencana, Kolaborasi Jadi Kunci!

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, cuaca ekstrem saat ini dipicu oleh kombinasi sirkulasi siklonik di Bengkulu, badai tropis di utara Indonesia, serta aktivitas Madden Julian Oscillation(MJO). Suhu permukaan laut yang hangat juga memperkuat kelembapan atmosfer sehingga memicu pembentukan awan hujan secara masif.

BMKG memperingatkan bahwa kondisi ini meningkatkan risiko banjir, tanah longsor, angin kencang, hingga banjir rob di kawasan pesisir. Bencana tersebut berpotensi mengganggu keselamatan warga, merusak infrastruktur, serta menghambat aktivitas ekonomi di wilayah terdampak.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa sepanjang Maret 2025, kerugian akibat bencana alam telah mencapai Rp1.699,67 triliun. Kota Bekasi menjadi daerah dengan nilai kerusakan tertinggi, yaitu Rp659,1 miliar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: