Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tarif Resiprokal Turun Jadi 19 Persen Tapi Kompensasinya Belanja Triliunan Rupiah ke AS, Apa itu Worth it? Begini kata DPR

Tarif Resiprokal Turun Jadi 19 Persen Tapi Kompensasinya Belanja Triliunan Rupiah ke AS, Apa itu Worth it? Begini kata DPR Kredit Foto: DPR RI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penurunan tarif dari Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen diapresiasi oleh Komisi XI DPR RI.

Anggota Komisi XI DPR Bertu Merlas mengatakan pengenaan tarif adalah upaya AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang selama ini surplus bagi Indonesia.

"Ini artinya pemerintah Indonesia serius melakukan negoisiasi kepada AS," kata Bertu.

Keputusan tarif resiprokal sebesar 19 persen ini berbarengan dengan kompensasi Indonesia membeli komoditas energi Amerika Serikat sebesar US$ 15 miliar atau sekitar Rp 243,9 triliun (asumsi kurs Rp 16.260 per dolar Amerika Serikat).

Selain itu, Indonesia juga akan membeli 50 pesawat Boeing sebagai bagian kesepakatan perdagangan yang dinegosiasi kedua negara. 

Terkait pembelian komoditas energi Amerika Serikat sebesar US$ 15 miliar, Bertu mengatakan ini merupakan strategi menyeimbangan neraca perdagangan. Selama ini neraca perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat sejak tahun 2024, surplus sebesar 14,5 miliar dolar atau sekitar Rp 200 triliun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

"Surplus sebesar 14,5 miliar dollar ini adalah angka yang cukup besar. Saya yakin neraca perdagangan kita terhadap Amerika akan tetap surplus di tahun ini maupun tahun-tahun mendatang. Kita harus percaya diri bahwa neraca perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat akan selalu surplus,” tambahnya.  

Pemerintah Indonesia selama ini, kata Bertu, selama ini telah melakukan impor energi. Pada awal Juli 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memetakan komoditas belanja energi Indonesia dari Amerika Serikat senilai 15,5 miliar dollar AS sekitar Rp 250,87 triliun yang terdiri atas LPG dan crude (minyak mentah) sebagai bagian upaya negosiasi tarif. 

Untuk pembelian pesawat Boeing sebanyak 50 unit, Bertu mengatakan adanya antrean, saat ini membutuhkan waktu tiga tahun jika dipesan sekarang. Berdasarkan aturan Administrasi Penerbangan Federal (FAA) untuk menjamin mutu, pesawat Boeing hanya bisa memproduksi 10 hingga 38 unit per bulan tergantung tipe pesawat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: