Kredit Foto: Dok. Kemen PPPA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Penegasan tersebut disampaikan Menteri PPPA dalam acara Talkshow Nasional ‘Darurat Perdagangan Orang, Bersama Perangi Kejahatan Kemanusiaan’ di DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Kemen Ekraf Perkuat Ekosistem Talenta Ekonomi Kreatif Berbasis Teknologi
“TPPO adalah bentuk kejahatan luar biasa yang secara fundamental merampas harkat, martabat, dan kebebasan individu. Dalam praktik TPPO, manusia diperlakukan layaknya komoditas yang dapat diperdagangkan demi keuntungan ekonomi, tanpa mempedulikan hak asasi dan perlindungan hukumnya,” tegas Menteri PPPA, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (5/8).
Menteri PPPA mengatakan pendekatan yang berperspektif korban harus menjadi inti dari setiap kebijakan dan tindakan. “Kita wajib berpihak pada mereka, memastikan bahwa setiap upaya penanganan berorientasi pada pemulihan dan pemenuhan hak-hak mereka,“ tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA menjelaskan TPPO bukan hanya persoalan domestik yang dihadapi Indonesia, tetapi juga merupakan isu global yang kompleks, karena melibatkan jaringan kejahatan terorganisir berskala besar.
“Sindikat ini kerap beroperasi lintas provinsi bahkan lintas negara, menjadikan penanganan dan pencegahannya sangat menantang serta memerlukan kerja sama multilateral yang kuat dan terpadu di tingkat nasional maupun internasional.
Menteri PPPA juga memaparkan beberapa modus TPPO saat ini yang terus mengalami perkembangan, diantaranya perekrutan sebagai pekerja dan Pekerja Migran Indonesia (PMI), pengantin pesanan atau kawin kontrak, magang di luar negeri, eskploitasi anak, eksploitasi seksual, hingga pengadopsian bayi dengan proses yang tidak benar.
Sejalan dengan itu, Wakil Menteri PPPA Veronica Tan menambahkan saat ini Kemen PPPA tengah memperkuat layanan Call Center Sapa 129 dengan ticketing system untuk memaksimalkan pengaduan termasuk TPPO dan mencegah kemungkinan terjadinya trauma berulang bagi korban.
“Kami sedang mencoba integrasi ticketing system agar sistem laporan yang masuk bisa online, sehingga saat melapor nanti korban tidak harus berkali-kali menceritakan kekerasan yang dialami pada tiap tingkatan pemberi layanan. Saat ini sedang tahap uji coba bekerjasama dengan stakeholder dan mitra Kemen PPPA. Tentu ini membutuhkan kolaborasi mulai dari Posbakum (Pos Bantuan Hukum), aparat penegak hukum dan semua pihak termasuk daerah,” jelas Wamen PPPA.
Wamen PPPA juga menjelaskan Kemen PPPA tengah mendorong penciptaan care economy (ekonomi perawatan) untuk dapat menjadi solusi dari hulu ke hilir dalam mencegah TPPO. Care economy dinilai dapat mencegah terjadinya praktik perdagangan orang dengan mendorong peningkatan kemampuan melalui sertifikasi dan legalitas, sehingga dapat memberikan rasa aman dan perlindungan bagi pekerja dalam bidang-bidang perawatan (care worker) baik di dalam maupun luar negeri.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Asep Nana Mulyana menyebut bahwa perlu adanya reformasi paradigma terkait penanganan TPPO di Indonesia dengan mengdepankan pendekatan victim-centered approach atau pendekatan berperspektif korban. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa penegakan hukum terkait TPPO masih belum optimal dan cenderung mengakibatkan hak-hak korban terabaikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement