Kredit Foto: Ist
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI menegaskan komitmennya memperkuat peran lembaga zakat dan wakaf, yang termasuk kategori organisasi non-profit (NPO), dalam mencegah dan memitigasi risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Langkah ini sejalan dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diinternalisasikan dalam Asta Cita Prioritas Nasional 7.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Prof. Waryono Abdul Ghafur, menjelaskan bahwa penguatan sektor zakat dan wakaf sangat strategis, mengingat Kementerian Agama memiliki kewenangan membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) serta memberikan izin operasional kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ).
“NPO zakat dan wakaf termasuk pihak pelapor berisiko tinggi yang direkomendasikan Financial Action Task Force (FATF) untuk mendapat pembinaan ketat. Kepercayaan publik hanya akan tumbuh jika tata kelola lembaga zakat dan wakaf bersih, transparan, dan terhindar dari penyalahgunaan,” ujar Prof. Waryono.
Ia menegaskan, sejumlah kasus penyalahgunaan dana zakat maupun wakaf dalam lima tahun terakhir menjadi pelajaran penting bagi penguatan pengawasan. Kementerian Agama, lanjutnya, tidak hanya berperan sebagai pembina teknis, tetapi juga sebagai penghubung lintas pemangku kepentingan—mulai dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), BAZNAS, LAZ, Badan Wakaf Indonesia (BWI), hingga otoritas keuangan. Sinergi ini memastikan pembinaan dan pengawasan NPO zakat-wakaf selaras dengan standar internasional FATF, khususnya Recommendation 8 yang menekankan perlindungan sektor non-profit dari risiko pendanaan terorisme.
Komitmen tersebut kembali ditegaskan dalam Outlook Discussion: Arah Kebijakan Indonesia dalam Keanggotaan FATF dan Mutual Evaluation 2029/2030, yang digelar Selasa (12/8/2025) di Aryanusa Ballroom, Menara Danareksa, Jakarta Pusat. Acara ini dihadiri 100 peserta dari 21 kementerian/lembaga, termasuk Kemenko Polhukam, Kemenkeu, Kemendagri, Kemenlu, OJK, Bank Indonesia, Polri, KPK, BNPT, BNN, BIN, serta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Seluruh peserta merupakan anggota Tim Bersama Keanggotaan Indonesia di FATF.
Menindaklanjuti temuan asesor FATF yang menyoroti perlunya sectoral risk assessment (SRA) pada skema wakaf, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam telah memperkuat tata kelola wakaf melalui penerbitan regulasi, penguatan sistem pengawasan, sertifikasi kompetensi nazhir, pelibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam aspek kepatuhan syariah, serta pemanfaatan teknologi informasi seperti Sistem Informasi Wakaf (SIWAK) dan E-Service Nazhir.
Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu mendorong peningkatan Indeks Efektivitas Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dari target 5,52 pada 2025 menjadi 5,83 pada 2029, sekaligus memastikan implementasi Strategi Nasional TPPU tercapai 100% pada akhir periode RPJMN 2025–2029.
“Zakat dan wakaf adalah instrumen ibadah sekaligus pendorong kesejahteraan sosial-ekonomi. Menjaganya dari potensi penyalahgunaan berarti menjaga kemaslahatan umat dan martabat Indonesia di mata dunia,” tegas Prof. Waryono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement